Lihat ke Halaman Asli

Ridha Afzal

TERVERIFIKASI

Occupational Health Nurse

Jelang Pilkada, Sistem Beda, Esensi Tidak Berubah

Diperbarui: 29 Juli 2020   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: South China Morning Post | scmp.com

Di daerah Bedali tepatnya perumahan perumahan Bedali Agung, kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, terdapat sungai kecil yang bau limbanya begitu menyengat sangat mengganggu penduduk setempat. Ini pasti limbah. Dalam hati saya bertanya, mengapa bisa ada industri di daerah perkampungan?  

Industri besar berdiri di tengah perkampungan tidak hanya ada di desa-desa yang ada di Lawang. Di wilayah Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, tidak kalah jumlahnya. Perusahaan-perusahaan besar milik PMA, berceceran di mana-mana, di tengah pekampungan. Mungkin di seluruh Indonesia. Sepertinya tidak tertata meskipun ada undang-undangnya.

Belum lagi masalah penanganan sampah. Tempat pembuangan sampah sejak 50 tahun tidak berubah. Apa Pemerintah sedemikian melarat sehingga selama itu terkesan tidak ada upaya pembenahan? Sementara para pedagang setiap hari bayar retribusi. Ke mana dana tersebut menguap jika tidak ada pembenahan?

Sampah yang selalu menggenang di sungai di depan Apotik Lawang misalnya, juga sudah puluhan tahun seperti itu kondisinya. Sepertinya tidak ada upaya serius guna mempercantik kota kecil sekelas kecamatan.

Ini merupakan contoh kecil, bahwa jadi Kepala Daerah itu tidak gampang. Akan selalu dipertanyakan oleh masyarakat, ke mana pajak yang mereka bayar itu dibelanjakan.

Jika sudah jadi kepala daerah, betapapun aslinya sudah kaya, rakyat masih mengamati perkembangan harta kepala daerah. Tanah, rumah, mobil serta usaha. Rakyat mungkin tidak berani bertanya langsung. Namun tidak pernah berhenti bertanya dalam hati. Dari mana peningkatan kekayaan tersebut mereka peroleh?  

Sampah di Pasar Lawang. Sumber: Radar Malang

Memburu Suara Rakyat
Sekarang ini, rakyat makin pintar. Dari yang tidak sekolah, sampai yang pasca sarjana, semua sepakat. Pilkada itu, walaupun dengan segudang alasan sebagai sebuah langkah kemajuan negeri dalam menyongsong demokrasi, rakyat mengira itu hanya 'permainan' para politisi. 'Tipuan' belaka.

Berdirinya industri besar milik asing ataupun domestic, di kampung-kampung  yang saya sebutkan di atas, penanganan sampah yang tidak pernah beres, penerangan jalan umum yang tidak teratur, ini semua contoh, bahwa layanan terhadap masyarakat belum maksimal.

Semuanya pasti sepengetahuan para pemegang kekuasaan. Pasti tidak lepas dari pengetahuan para politisi, pejabat dan kepala daerah. Mereka lah yang memberi izin operasional perusahaan-perusahaan yang mematikan usaha rakyat kecil. Tapi mereka tidak kalah cerdik dengan mengatas-namakan 'sudah memenuhi prosedur'.

Demikianlah kesan mayoritas publik di negeri ini. Menjelang Pilkada bulan Desember mendatang, orang kalangan bawah saja, banyak yang sudah tidak peduli pada siapa calonnya. Menjelang Pilkada, pejabat banyak yang nguber suara rakyat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline