Jarum jam belum juga menunjukkan pukul sepuluh pagi saat bel depan pintu berdering. Bel rumah kami menggunakan yang biasa dipakai untuk Kalung Sapi. Bentuknya saja yang kecil. Tapi nyaring. Tidak perlu aliran listrik atau baterei. Sangat praktis. Meski dari jarak 15 meter, terdengar lumaya keras.
Saya lihat pak Satpam bersama seorang pengendara motor dengan segepok kertas ukuran separuh kertas HVS A4. "Dari KPU pak". Katanya, menjawab pertanyaan saya. "Untuk Pilkada nanti." Jelasnya. Saya pun ngeh. Mengerti maksudnya.
Menurut Kemendagri, Pilkada 2020 ini berlangsung serentak 2020 di 270 daerah. Anggarannya ditaksir mencapai Rp 15 triliun. " Kalau ditotal kurang lebih Rp 15 triliun seluruh Indonesia," ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar (Kompas. 7/2/2020). Bahtiar mengatakan, jumlah itu belum termasuk anggaran yang diperuntukan bagi pengamanan pelaksanaan pesta demorkasi lima tahunan tersebut.
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur berlangsung di sembilan provinsi (Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah). Pemilihan wali kota dan wakil wali kota akan dilaksanakan di 37 kota yang tersebar di 32 provinsi. Sedangkan pemilihan bupati dan wakil bupati, digelar di 224 kabupaten.
Petugas KPU di depan rumah tadi menyerahkan secarik kertas kecil sebagai tanda ikut pemilihan nanti. Sesaat, saya belum tentukan akan milih siapa. Namun seketika itu pula, fikiran saya melayang pada seorang tamu, yang berkunjung ke rumah kami kemarin. Saya coba mengkaitkan antaran Pilkada, Kepada Daerah dan Keserakahan pemimpin kita.
Gaji Kepala Daerah "Kecil"
Tamu kami kemarin, seorang kontraktor yang sudah puluhan tahun pontang-panting di dunia Real Estate Indonesia. Di sela-sela waktu, sambil ngobrol, saya mengajak sang tamu untuk melihat dari dekat kompeks perumahan kami di Singosari-Malang.
Obrolan kami merambat, mulai dari siapa pengembangnya, luas tanah, jumlah dan type rumah, harga, hingga boleh tidaknya membuka usaha di dalam kompleks perumahan.
Makin lama, makin hangat dan makin panas isi diskusi kami. Yang paling 'panas' adalah ketika arah diskusi sampai pada berapa gaji pak Gubernur.
Tamu kami yang bergerak di bidang real estate ini mengaku pergaulanya nyampai ke Kantor Gubernur (tidak perlu saya sebutkan gubernur provinsi mana). Menurutnya, gaji seorang gubernur itu 'tidak besar'.