Saya sudah mengunjungi 11 provinsi di Indonesia. Melihat dari dekat bagaimana ruang gerak, hiruk pikuk profesi kami, keperawatan ini hidup dan menghidupi profesi. Dari yang miskin hingga yang kaya, semua ada.
Rata-rata kolega kami masih dalam taraf 'prihatin'. Saya definisikan sebagai profesi yang prihatin, karena untuk rekreasi saja, mayoritas untuk bayar ongkosnya saja, teman-teman masih mikir-mikir. Padahal, wisata lokal, bukan internasional.
Itu belum terhitung beli buku, mengikuti seminar, workshop dan konverensi internasional. Bagi sebagain besar perawat kita zaman kini, masih tergolong berat. Padahal, pendidikan mereka sarjana tiga minimal.
Why is this happening?
Tidak ada tujuan ideal sebuah pendidikan kecuali perolehan kesempatan kerja. Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 menyebutkan, tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mendapatkan kesejahteraan umum. Untuk apa cerdas jika rakyat melarat?
Apapun bentuk dan latar belakang jurusan studinya, pasti bertujuan agar dapat kerja dengan imbalan layak. Tidak ada pendidikan yang memimpikan imbalan kerjanya hanya ikhlas. Betapapun pendidikan keagamaan, yang diajarkan adalah sejahteran dunia dan akhirat. Tidak hanya bagaimana agar mendapatkan imbalan surga. Imbalan inilah yang sempurna. sebagai tujuan akhir sebuah pendidikan profesional, tidak terkecuali keperawatan.
Persoalannya, makin lama umur pendidikan keperawatan ini, dirasa makin sulit diraih kesejahteraan profesionalnya. Tujuh puluh lima tahun usia negeri ini sepertiya belum cukup untuk menyejahterakan perawatnya. Ibaratnya, makin tua, ternyata makin sulit mencarian kerja.
Artikel bebas ini mencoba mengidentifikasi era mana yang terbaik dari sejak 1950 hingga 2020.
Empat Masa Keperawatan
Di Idonesia, saya perhatikan terdapat empat masa atau periode keperawatan. Penggolongan periode ini bisa saja subyektif. Namun itulah yang perhatikan berdasarkan hasil pengamatan (observational study) dari pergantian dari masa ke masa keperawatan di Indonesia. Sejak era pendidikan Penjenang Kesehatan, Pengatur Rawat (SPR), SPK, Akper, dan Sarjana keperawatan di Indonesia.
Tolok ukurnya adalah: biaya pendidikan, kurikulum, jenjang pendidikan, perolehan kesempatan kerja, gaji, pengembangan karir serta regulasi.