Lihat ke Halaman Asli

Ridha Afzal

TERVERIFIKASI

Occupational Health Nurse

Walau Beraroma Sampah, Aku Ingin Persembahkan buat Sang Pujangga

Diperbarui: 22 Juli 2020   06:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: Kompas.com

Aku mendengar pertama kali namanya saat duduk di bangku sekolah menengah
Kala beliau sudah meraih predikat pakar dalam merangkai kata
Aku masih belajar meluruskan benang layang-layang
Bahkan hingga sekarang

Namanya Sapardi Djoko Damono
Nama yang aku tidak pernah sangka
Ternyata hanya dengan merangkai kata, orang bisa jadi ternama
Mencuat ke angkasa, disegani pembesar, dipuji massa

Aku tidak pernah menduga
Waktu berjalan begitu cepat

Sementara nama harum Bapak sudah menjulang
Menyusun kata saja aku belum bisa
Aku bilang, inilah puisiku pertama
Orang bilang, inilah uraian kata yang tidak lebih dari sampah

Bapak Sapardi
Sungguh aku tidak tahu apa artinya puisi yang tidak lebih dari permainan kata
Kelihatan biasa-biasa saja, tapi artinya luar biasa
Ada yang bisa menangis karenanya, sementara aku menatap penuh tanda tanya

Ibu guru bilang nilai sastraku baik sekali
Anehnya, aku tidak mampu memahami
Jangankan puisi Bapak Sapardi yang tingkat tinggi
Memenuhi inti kebutuhan hidup saja, hingga kini aku belum mumpuni

Kini aku sudah selesaikan jenjang perguruan tinggi
Masih juga tertatih-tatih bagaimana harus melangkahkan kaki
Mencari jati diri
Melanglang dalam arti fisik
Terlebih aku tidak punya cukup nyali jika dalam bentuk puisi

Ketika melihat nama Bapak disebut dalam sebuah edisi
Hati dan fikiran ini tersentak beberapa kali
Aku berkata dalam hati, : "Betapa cepat waktu yang aku lalui"
Mata ini tertuju pada baris, 'Bapak selamanya pamit'

Lima belas tahun berlalu sudah
Walau bukan sastrawan, ada makna kehidupan yang aku bisa telan
Yang Bapak selalu ajarkan dalam untaian kata, entahlah apakah ini bisa dikonsumsi orang awam
Ataukah terbatas hanya seniman
Bapak sudah berjalan duluan
Kami tinggal menunggu giliran

Bedanya, Bapak menjadi pujangga
Sudah merenda prestasi di atas awan
Aku masih berseliweran mencari jalan
Duh Gusti, apakah rangkaian kata ini seperti belajarnya karya sastrawan?
Teman-temanku pada tertawa

Aku tidak tahu bagaimana dulu Bapak berjuang
Bapak pasti pernah 'berperang'
Sebagaimana yang terjadi padaku sekarang
Bapak Sapardi, kita berada di era dan zaman yang berbeda

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline