Lihat ke Halaman Asli

Ridha Afzal

TERVERIFIKASI

Occupational Health Nurse

Di SD Cot Sigli-Aceh, Tahun Ajaran Baru, Cari Murid Aja Susah

Diperbarui: 14 Juli 2020   16:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SD Cot minim murid. Personal Collection 

Awal tahun 1980-an, Universitas Terbuka (UT) lahir. Kemudian muncul pro dan kontra. Yang pro beralasan bahwa tidak semua mahasiswa bisa mengikuti perkuliahan dengan tatap muka. 

Khususnya yang sudah bekerja, atau karena kendala lokasi serta transportasi. Yang kontra menganggap bahwa metode pembelajaran seperti ini tidak efektif. Kualitas hasil belajarnya rendah. Yang tatap muka saja tidak dijamin mutunya, apalagi yang terbuka sifatnya.

Bagaimanapun, program ini, karena milik Pemerintah, dengan dukungan dana serta regulasi yang mapan, jalan terus. Fakultas dan jurusan UT tambah tahun tambah banyak. Berkembang dan makin bagus. 

Terlepas dari kualitas yang menuai pro-kontra, jebolan UT bisa bekerja nyaman jadi PNS dan pangkat serta golongan pun diakui, sejajar dengan kampus negeri lainnya.

Para jebolan UT juga menikmati fasilitas ini. Biaya kuliah murah, waktu belajar fleksibel serta nyaman proses belajar mengajarnya. Lulusan UT tidak pernah mencantumkan dalam gelarnya bagaimana cara belajarnya dengan online atau offline. Mereka juga tidak ditanya belajar di mana. Yang penting ada gelar. Itu sudah lebih dari cukup.

Apalagi, di Indonesia ini, masih edan dengan gelar. Tidak sedikit masyarakat asal kuliah, yang penting lulus dan dapat gelar. Kualitas itu nomer tiga.

Empat puluh tahun berlalu sudah. Kini, sesudah zaman dulu orang-orang meragukan kualitas hasil belajar mengajar Online atau Jarak Jauh, kini mereka terpaksa disuruh 'menelan' pahit getirnnya belajar online ini.

Guru Tambah Sibuk
Kedua orangtua kami guru. Kami tinggal di sebuah desa kecil di Kecamatan Sakti, Kabupaten Sigli, sekitar 3 jam perjalanan dari Banda Aceh ke arah utara, menuju Medan. Di Sigli, minim pendatang dari luar Aceh. Tidak seperti di Jawa tempat saya tinggal saat ini, Malang. Selain padat penduduk, pendatang dari luar provinsi cukup banyak.

Saya dulu sekolah SD dan SMP di Kecamatan Sakti. Kondisinya  memang tidak sebagus sekarang yang banyak berbenah. Apalagi jika melihat dari dekat sekolah-sekolah SD di Jawa. Kami jauh tertinggal masalah fasilitas ini. Sarana dan prasarana kami sangat minim. Satu lagi, tidak mengenal istilah belajar "Online".

Kita tahu Aceh merupakan salah satu dari 10 provinsi termiskin di Indonesia. Paling miskin di Sumatera. Delapan dari 10 orang Aceh tinggal di pedesaan. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kondisi mereka. 

Alhamdulillah, keluarga kami tergolong sangat beruntung, dari keluarga guru, PNS. Sementara mayoritas masyarakat di sekitar kondisinya beda. Bisa juga dibayangkan bagaimana situasi mereka saat Tsunama dulu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline