Lihat ke Halaman Asli

Ridha Ulya

bila gelap jalan di bumi, jalan ke langit selalu terbuka :)

Melepas Kacamata Abu-abu

Diperbarui: 17 April 2024   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao


Pernahkah kamu merasa, ternyata dunia punya warna yang berbeda?
Sebelumnya, yang kau tahu hanya hitam putih, dan abu-abu. Ternyata, tak sebenarnya begitu, langit tak melulu kelabu. Kadang ada  merah, jingga, kuning, hijau, dan ungu. Ada biru, orange, dan, memang ada juga kelabu.


Umpamanya begini, ada manusia yang hidup dengan kacamata filter warna yang sudah menempel di depan mata sejak ia kecil. Ia hanya bisa melihat warna hitam putih, dan segala gradasi abu-abu. Tidak ada warna lain.
Sepanjang hidup, ia hanya mampu mempersepsi dari apa yang ia lihat. Mungkin itu ungu, tapi baginya abu2, mungkin itu merah, tapi baginya tetap abu2.


Contohnya, seorang anak yang seringkali dipukuli oleh orang tua nya, dan tumbuh tanpa merasakan kasih sayang akan merasa bahwa semua orang yang mendekatinya akan berakhir memukulnya. Walaupun kenyataannya tidak begitu. Walaupun orang tersebut berniat membantunya, namun dalam kacamatanya semua bentuk kebaikan selalu berarti ancaman. Sehingga, ia melihat lebih banyak ancaman dari yang sebenarnya ada. Hidup akan lebih banyak tentang bertahan ketimbang menjalaninya dengan baik. Dan kebanyakan kacamata ini akan diwariskan ke generasi berikutnya.


Berbagai kesulitan hidup ketika dewasa juga mungkin membuat kita terpaksa mengenakan kacamata abu-abu ini. Rasanya lebih baik tak melihat banyak hal ketimbang harus merasakan rasa sakit sepanjang waktu.


Namun, terus-terusan melihat dunia dengan kacamata abu-abu, akan membuat kita tidak mampu melihat dengan lebih jelas. Ia akan membuat kita tidak mampu melihat kebaikan-kebaikan orang lain di sekitar kita, atau malah mempersepsinya sebagai sebuah kemungkinan kejahatan, padahal tidak begitu. Kita akan berakhir menyakiti orang lain dengan segala persepsi negatif yang kita punya.

Pada akhirnya, untuk dapat menjalani  hidup dengan lebih baik, kita perlu menanggalkan kacamata itu. Sulit tentunya. Seperti memengurai benang yang kusut. Satu persatu harus kita buka simpulnya dengan hati-hati. Dan setiap simpul yang terbuka, juga berarti kita harus merasakan sendiri semua rasa sakit yang selama ini kita pilih untuk dipendam, untuk dikubur di lubuk hati terdalam, dan tidak diakui keberadaannya. 

Semua akan terasa berat dan lebih menyakitkan dari biasanya. Sangat menyakitkan hingga mungkin kita berfikir akan lebih baik hidup dengan kacamata abu-abu saja. Biar tak perlu merasakan semua itu. Hidup tak pernah semenyakitkan itu.


Setelah melewati roller coaster emosi yang panjang, suatu saat, kegiatan mengurai benang kusut akan selesai jua. Semuanya telah terurai meski tak sempurna. Setidaknya dengan benang itu kita dapat kembali menjahit luka yang masih menganga.


Lalu, kacamata abu-abu sudah tak lagi terpasang di depan mata. Dan dunia mungkin akan terlihat lebih berwarna.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline