Sekaten merupakan tradisi dua keraton dari Solo dan Yogyakarta, Tradisi ini merupakan acara untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW, kegiatan ini biasa dilaksanakan pada bulan Robiul Awal tahun hijriah.
Sekaten berasal dari "syahadatain" (dua kalimat syahadat) yang kemudian terus berubah dalam pengucapannya,sehingga menjadi syakataindan pada akhirnya menjadi Sekaten hingga sekarang. Selain dari "syahadatain" juga berasal dari beberapa kata, Sahutain (menyelewengkan atau menghentikan), sekat (batas), Sakhotain (menanamkan dua perkara, yaitu watak hewan dan sifat setan karena watak tersebut sumber kerusakan).
Tradisi Upacara Sekaten merupakan warisan budaya Islam di Tanah Jawa. Sebuah tradisi yang dimulai sejak Zaman Demak, yakni Zaman Kerajaan Islam setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Seperti diketahui kebudayaan Jawa Sebagian besar merupakan hasil akulturasi, tidak terkecuali dengan tradisi Sekatan. Terdapat Folklor yang berkembang dimasyarakat bahwa Upacara Sekaten adalah dilaksanakan turun-temurun oleh nenek moyang. Di Zaman dahulu upacara serupa diselenggarakan tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu, berwujud selamatan atau sesaji untuk arwah para leluhur. Ritual ini diselenggarakan dalam dua tahap, yaitu: dengan Aswameda yang berlangsung selama enam hari, didalamnya terdapat do'a-do'a, pujian serta tetabuhan dan dengan Asmaradana yang merupakan upacara penutup di hari ketujuh dengan pembakaran dupa besar disertai dengan mengheningkan cipta atau semedi.
Perkembangan selanjutnya, dengan masuknya agama dan pengaruh Hindu ke Jawa, maka upacara Aswameda dan Asmaradana masuk pula ke dalam kehidupan budaya Jawa. Pada masa kerajaan Majapahit upacara Aswameda dan Asmaradana biasa diselenggarakan di candi-candi. Diceritakan bahwa Raden Patah, seorang Adipati Bintara yang juga Putra Prabu Brawijaya V telah memeluk agama baru yakni Agama Islam. Raden Patah berencana menyerbu Kerajaan Majapahit apabila Sang Prabu Brawijaya tidak bersedia memeluk Agama Islam. mendengar berita tersebut, Prabu Brawijaya V sangat sedih dan melaksanakansemedi atau bertapa selama dua belas hari, memohon kepada para Dewa agar Raden Patah membatalkan niatnya untuk menyerbu Majapahit.
Sementara itu, untuk menghibur hati Sang Prabu Brawijaya V, para ahli Gending Majapahit menciptakan lagu-lagu melalui Perangkat Gamelan Pusaka Kerajaan. Tidak sesuai dengan yang diperkirakan, alunan gamelan malah mengalunkan kesedihan yang menyanyat hati sehingga baginda semakin bersedih membayangkan nasib buruk yang akan menimpa kerajaannya. Mengetahui keadaan tersebut, para ahli gending kemudian menyuruh para niyaga memukul gamelan dan diperhitungkan agar dapat membangkitkan gelora semangat baginda. Melalui kejadian tersebut pemukulan gamelan mulai menggunakan irama bertingkah. Kadang-kadang keras gemuruh laksana Gamelan Lokanata dengan irama membangkitkan jiwa bergejolak. Terkadang juga lemah lembut mengalun dan menyayat hati. Gamelan Kerajaan Majapahit yang dinamakan Kanjeng Kyai Sekar Delima tersebut lalu dinamakan Sekati, karena dapat menambah Sang Prabu Brawijaya seseg ati (sesak hati).
Bentuk Resepsi Al-Qur'an dalam Tradisi Sekaten
1. Resepsi Simbolis : bentuk resepsi Al-Qur'an yang mewujud ke dalam bentuk simbol-simbol tertentu yang terdapat atau ditampilkan dalam tradisi upacara Sekaten.
a). Simbol Material adalah simbol-simbol yang bersifat fisik, bisa diraba. Contohnya: penggunaan nama pada nama 'Sekaten' itu sendiri. Penggunaan nama 'Sekaten tersebut diletakkan pada pintu gerbang Sekaten, yaitu sebelah Utara alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. Pada pintu gerbang Sekaten, kata Syahadatain tersebut ditempatkan pada dua sisi kanan dan kiri pintu gerbang Sekaten.
b). Simbol Behavioral adalah simbol-simbol yang bersifat non fisik, seperti nilai-nilai atau ajaran. Yaitu, Nilai-nilai akulturasi antara Islam dengan budaya Sekaten juga tampak dalam pagelaran Wayang kulit. Lakon-lakon pewayangan dalam acara upacara Sekaten ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga dalam rangka syiar Islam.
2. Resepsi Historis :Penerimaan Al-Qur'an ke dalam budaya Sekaten dalam bentuk cerita sejarah yang mengandung nilai-nilai Qur'ani. Salah satunya adalah rangkaian upacara pembacaan Risalah Maulid Nabi Muhammad SAW. Pembacaan Risalah Maulid Nabi Muhammad SAW ini dilakukan pada tanggal 11 bulan Mulud, yaitu tepatnya pada pukul 20.00 sampai dengan pukul 23.00. pembacaan Risalah Maulid Nabi Muhammad SAW ini merupakan malam puncak upacara Sekaten. Karena pada malam tersebut menjadi malam penutupan upacara Sekaten.
3. Resepsi Estetis : sebuah pagelaran seni-budaya yang ditampilkan pada rangkaian acara Sekaten yang mengandung nilai-nilai Qur'ani. Ada beberapa pagelaran seni-budaya yang bernafaskan Islam yang telah ditampilkan pada tradisi Sekaten ini, diantaranya adalah Penampilan Musik Riligius: nasyid, rebana, hadroh.