Lihat ke Halaman Asli

Rida Fitria

An author of several books; Sebongkah Tanah Retak, Bunga dan Duri, Paradesha, Jharan Kencak, dll.

Bahasa Kesayangan Para Penulis Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13448252801203226490

Bahasa adalah budaya bangsa. Almarhum WS Rendra pernah berkata bahwa sebuah bangsa tidak cukup hanya terdidik, tetapi juga harus berbudaya. “Karena kebudayaan merupakan tulang punggung peradaban bangsa,” tambah pengamat masalah pendidikan, Arif Rahman. Dr. James Sneddon, Associate Professor di Griffith University, Brisbane, Australia, dalam buku yang ditulisnya – The Indonesian Language: Its History and Role in Modern Society – mengatakan: “Masa depan bahasa Indonesia akan berkaitan erat dengan masa depan negara Indonesia. Jika Indonesia tetap bersatu dan makmur maka bahasa Indonesia pun akan tetap lestari. Jika Indonesia terpecah belah, bahasa Indonesia akan tetap ada namun akan mengarah kepada ketidak stabilan mengikuti jenis atau bentuk pemerintahan yang ada. Dengan demikian maka kelestarian bahasa Indonesia di masa depan akan tergantung pada kemampuan masyarakat yang berbahasa Indonesia dalam memecahkan masalah perbahasaan yang dialami saat ini. Bahasa Indonesia pernah menjadi elemen terpenting dalam mempersatukan negara kepulauan Indonesia; kini persatuan Indonesia akan menjadi sangat penting dalam menentukan masa depan bahasa Indonesia”. Meskipun banyak kalangan mulai mencemaskan kelestarian bahasa Indonesia, pertama karena kemunculan bahasa alay, kedua adalah maraknya bahasa gado-gado; percampuran antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang populer disebut Indolish. Namun jika menengok fenomena kebangkitan para penulis di kalangan muda, yang jika kita perhatikan baik melalui jumlah buku-buku yang terbit dan terpajang di toko-toko buku ternama ataupun pengabaran-pengabaran tentang penulis-penulis muda yang terus bermunculan di jejaring sosial bak jamur di musim hujan, rasa-rasanya bolehlah kita meletakkan beban kecemasan itu. Hal ini sejalan dengan program Nasional bertajuk "Indonesia Menulis" yang terus menerus disuarakan oleh baik pemerintah maupun di kalangan kelompok-kelompok penulis sendiri. Bisa kita lihat semaraknya slogan-slogan dan baliho-baliho baik yang berasal dari lembaga-lembaga sekolah/kampus maupun komunitas penulis secara umum. [caption id="attachment_199858" align="aligncenter" width="300" caption="diunduh dari situs web UNESA"][/caption] [caption id="attachment_199859" align="aligncenter" width="300" caption="diunduh dari situs bonanagone, peserta sebuah lomba dengan lembaga support -salah satunya- UN Malang"]

13448254001641801990

[/caption] [caption id="attachment_199873" align="aligncenter" width="300" caption="Cendolers, komunitas penulis yang digawangi oleh Donatus Nugraha, mengkampanyekan Gerakan Nusantara Menulis"]

1344827267137823611

[/caption] Indikasi bahwasanya bahasa Indonesia masih berjaya dan memegang kendali di tanah airnya sendiri patut membuat kita semua bangga, selain menjaga api semangatnya supaya tetap menyala sepanjang masa. Dengan terus membaca lalu menuliskannya, sebagaimana yang telah kita lakukan selama ini. Satu hal saja, Jangan Pernah Berhenti! Kecuali Mati. Tabik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline