Sudah sepekan ini kawan-kawan komunitas heboh dengan persiapan masing-masing, ada yang bikin globe segede rumah ( rumah mungil kamsudna:), latihan teater, bersih-bersih pelataran hotel Ranu Klakah sebagai tempat acara yang nantinya akan dipenuhi kemah-kemah serupa acara green camp multikutural dulu, dan tentunya yang paling penting adalah menyiapkan ribuan bibit pohon buah dan bambu yang nantinya akan ditanam di gunung Lemongan tempat kami melakukan konservasi selama ini.
Seperti biasa, rapat-rapat permulaan diadakan di malam hari, biasanya di teras rumah yang karena terbatasnya area dibandingkan jumlah orang yang hadir, maka meluberlah mereka hingga ke bawah pohon mangga di pelataran depan rumah. Berdesakan dengan motor-motor yang parkir di dalam pagar, dan kendaraan yang gak kebagian tempat seperti biasa dibiarkan merana di pinggir jalan depan rumah.
Suami yang harus memimpin rapat masih diribeti bungsu kami yang cerewetnya minta ampun, minta ini dan itu atau sekedar menjahili orang-orang yang ia kenal. Dua anak saya yang lebih besar asyik dengan urusannya sendiri-sendiri. Keduanya sudah melewati fase 'ikut ambil bagian dalam keramaian' saat ayah atau bunda sedang refot. Karena rumah kami dah serupa base camp 'milik bersama' terutama area tempat duduk depan, ruangan samping, dapur beserta segala isinya, anak-anak saya pun menjadi terbiasa berbagi banyak hal dengan orang lain. Terlebih saat sedang banyak tamu begini, sulung dan adiknya secara bergantian ikut membantu mengeluarkan minuman dan jajanan yang disuguhkan.
Kurang lebih beginilah hasil rapat tersebut:
Perubahan iklim memang telah menjadi isu global yang diperbincangkan di seluruh dunia, terutama sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992. Namun demikian, isu tersebut sampai saat ini belum cukup banyak dipahami oleh lapisan masyarakat sehingga isu tersebut seolah hanya menjadi isu elitis yang hanya bisa menjadi 'buah pengetahuan' kalangan tertentu saja. Seolah jauh dari kehidupan masyarakat dan terkesan hanya menjadi persoalan bagi negara-negara maju belaka.
Faktanya, dalam ranah aplikasi, dibutuhkan keterlibatan seluruh pihak dalam cakupan global pula. Partisipasi masyarakat secara menyeluruh menjadi prasyarat yang mutlak diperlukan dalam penanggulangan dampak perubahan iklim dengan harapan kelak akan mampu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada atmosfir guna menjamin ketersediaan pangan dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan amanat konvensi perubahan iklim ( United Nations Framework Convention on Climate Change ) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU no.6 tahun 1994.
Tentu, partisipasi masyarakat tidak akan tumbuh subur jika manusianya tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang realitas terkait perubahan iklim. Oleh karena itu semua upaya dan strategi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang perubahan iklim menjadi sangat penting untuk didukung dan dikawal bersama.
Jambore Keadilan Iklim yang akan diselenggarakan bertepatan dengan Hari Bumi dari tanggal 21-22 April ini merupakan salah satu upaya alternatif untuk melakukan sosialisasi lanjutan yang terus menerus ( menyambung kegiatan-kegiatan riil di lapangan dalam kerja-kerja penanaman pohon sejak bertahun-tahun sebelumnya ), yang kali ini dikhususkan untuk kalangan kawula muda dan kelompok-kelompok pencinta alam dan atau pengabdi lingkungan yang ada di kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Mari berbagi cerita di Hari Bumi....Link ke youtube di Sini. Atau search saja tentang Multikultural Green Camp, Maulid Hijau, atau Laskar Hijau Gunung Lemongan.
Selamat Jelang Hari Bumi. Save Our Earth!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H