Lihat ke Halaman Asli

Rida Fitria

An author of several books; Sebongkah Tanah Retak, Bunga dan Duri, Paradesha, Jharan Kencak, dll.

Suara-suara Kemanusiaan di Sepanjang Jalan Sanggingan

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal enam Oktober, pagi itu, selepas saya menyerahkan buku-buku di book shop yang dikelola oleh Periplus, saya melangkahkan kaki ke Indus Restaurant, tempat para panelis Survivor akan berbagi pemikiran-pemikiran mereka. Sebelum itu diskusi bertemakan Next Generation telah usai digelar di tempat yang sama, dengan para nara sumber antara lain: O Thiam Chin, Gregory Day, Benjamin Law, dan Juan Gabriel Vasquez, yang dimoderatori Alicia Sometimes. [caption id="attachment_136543" align="alignnone" width="300" caption="Paradesha bersebelahan dengan buku-bukunya Andrea Hirata, dan penulis dunia lainnya di toko buku Periplus, Ubud."][/caption] Duduk di Indus restaurant yang kini telah disulap menjadi ruang diskusi yang nyaman, di deretan kursi yang sama bersama Jaladara dan Adi Toha, kami melihat Arafat Nur ( Penulis Lampuki ) telah semeja dengan panelis lainnya, Izzeldin Abuelaish, dan Jeff Kingston, dan chair mereka, Michael Vatikiotis. Sesuai dengan temanya, Survivor, para panelis berbagi pengalaman hidup mereka, bagaimana bertahan di wilayah konflik baik oleh peperangan maupun bencana alam. Orang-orang tangguh ini mengabarkan tentang informasi yang berbeda, hal-hal yang telah mereka lakukan untuk kemanusiaan sementara diri mereka sendiri terus menerus menyembuhkan luka akibat dari kehilangan yang tak tertanggungkan. Misalnya Izzeldin, penulis memoar I Shall not Hate, yang telah kehilangan tiga orang putri dan seorang keponakan dalam serangan bom tentara Israil yang membabi buta. Marah, tentu saja. Namun ia tak berlarut-larut, dan sampai kini terus berjuang menjembatani perdamaian di antara dua negara melalui upaya-upaya di bidang kesehatan dan pendidikan. adalah hal baru bagi saya ketika seorang Palestina yang menjadi korban kebiadaban tentara Israil berkata, bahwa banyak dari rakyat Israil yang juga muak dengan tentara mereka dan menginginkan perang segera dihentikan, dan yang mereka lakukan adalah nyata saat membantu Izzeldin menuntut keadilan kepada pemerintahan Israil, dengan cara berbicara kepada media, turun ke jalan, dan sebagainya. Sesi Survivor seolah gambaran bagi keluarga kuna saya yang juga mengalami genosida yang terus menerus pasca serangan Mongol ke Nusantara tahun 1293 hingga masa-masa kolonial, bahkan ketika menulis catatan ini air mata saya terus saja menetes. Dan semua itu bukan karena alasan agama atau perintah dari Tuhan yang manapun, persis seperti yang dikatakan oleh Izzeldin, bahwa serangan ke Palestina adalah sebuah kegilaan, dari orang-orang yang serakah dan terobsesi pada kekuasaan. Dalam kesedihan itu saya membuat catatan kecil, yang kemudian saya serahkan pada beliau seusai acara. agama tidak bersalah Tuhan  juga tidak keserakahan dan kekuasaan yang keji menunggangi segalanya, bahkan membuat tafsir yang salah tentang agama dan Tuhan. lalu mereka menciptakan perang, untuk alasan yang salah; untuk kekuasaan dan kepentingan-kepentingan yang melawan kemanusiaan. note: di sesi ini saya tak sanggup bahkan mengambil sebuah gambar pun... Namun beberapa hari kemudian, bertempat di Periplus, kami bisa berfoto bersama. [caption id="attachment_136554" align="alignnone" width="300" caption="dari kiri:Agustinus Wibowo, Pak Izzeldin, dan saya."][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline