Hari Pangan Sedunia (HPS) telah menjadi ritual tahunan. Ini berawal dari konferensi FAO ke-20, pada bulan Nopember 1976 di Roma yang menghasilkan dicetuskannya resolusi No. 179 mengenai World Food Day (Hari Pangan Sedunia). Pada konferesi FAO tersebut, Dr. Pal Romany (Menteri Pertanian dan Pangan Hongaria) memiliki peran penting dalam usulan ide perayaan Hari Pangan Sedunia, karena ialah yang mengusulkan ide serta gagasan perayaan HPS.
Resolusi ini kemudian disetujui oleh 147 negara anggota FAO (Food and Agriculture Organization) termasuk Indonesia, yang memutuskan bahwa mulai tahun 1981 semua negara anggota FAO akan memperingati HPS setiap tanggal 16 Oktober. HPS bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian penduduk dunia akan pentingnya penanganan masalah pangan baik ditingkat nasional, regional maupun global.
Di tahun 2016 ini, terhitung penyelenggaraan HPS ke-35. Tema HPS Internasional adalah Climate is Changing, Food Agriculture Must Too. Sementara tema HPS Nasional adalah Membangun Kedaulatan Pangan Berkelanjutan Mengantisipasi Era Perubahan Iklim.
Jika ditelisik lebih mendalam, HPS tidak sebatas diartikan sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia untuk mengurai permasalahan pangan. Akan tetapi mengandung makna krusial sebagai hari di mana kita harus merasakan dan membuka mata, pikiran dan hati untuk mengakui dengan sejujur-jujurnya bahwa kondisi petani sebagai pejuang pangan dan gizi masih berada di bawah garis kemiskinan. Petani masih dihegemoni penuh para mafia pangan sehingga saat panen harus berlapang dadang untuk menerima harga murah.
Di sisi lain, HPS pun sebagai panggung seluruh masyarakat petani untuk mengetahui secara kasat mata akan sejauh mana kebijakan dan program strategis pemerintah selama ini. Sehingga, masyarakat petani pun diajak dan diperlihatkan hasil atau capaian program pembangunan pertanian, khususnya selama 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK.
Pemerintahan Jokowi-JK melalui visinya yang tertuang dalam Nawa Cita, menaruh komitmen dan perhatian serius pada sektor pertanian. Yaitu Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-sektor Strategis Ekonomi Domestik, menitikberatkan pada upaya mewujudkan Kedaulatan Pangandan Mensejahterakan Petani.
Untuk mengkongretkan Nawa Cita tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Andi Amran Sulaiman, langsung tancap gas dengan melaksanakan Program Upaya Khusus peningkatan produksi untuk percepatan swasembada pangan.
Target swasembada pangan tersebut ditujukkan untuk 11 komoditas yaitu padi, jagung, kedelai, gula, bawang merah, daging, cabai, kakao, karet, kopi dan kelapa sawit. Untuk mewujudkan target swasembada pangan tersebut, Presiden Jokowi menyatakan “apapun saya beri, yang penting swasembada terwujud”.
Tentunya, mewujudkan swasembada 11 komoditas pangan tidaklah semudah bak membalikkan telapak tangan. Sebab, upaya peningkatan produksi dihadapkan pada berbagai faktor penghambat, di antaranya anomali perubahan iklim, jaringan irigasi rusak, pemilikan lahan petani yang sempit, dan teknologi pertanian yang belum modern. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi produksi, ketersediaan dan harga pangan.
Akan tetapi, melalui akselerasi dan gerak tawaf menterinya yang sangat energik, Kementerian Pertanian optimis dapat mewujudkan swasembada pangan tersebut khususnya komoditi padi, jagung, dan kedelai. Optimisme yang tinggi ini dijewantahkan Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman dengan berani mengeluarkan kebijakan yang mampu mengubah wajah pertanian yang kusut ke pertanian yang maju dan modern serta jaminan kesejateraan petani. Bahkan “mendeklarasikan” perlawanan atas praktek kartel pangan yang telah terbukti memiskinkan petani sekaligus merugikan konsumen.
Kebijakan pembangunan pertanian untuk mensukseskan fokus pangan strategis 11 komoditas yakni dengan merubah regulasi dari tender ke penunjukan langsung (PL), perbaikan infrastruktur, peningkatan penanganan on-farm dan pasca panen, perbaikan tata niaga dengan memotong rantai pasok yang terlalu panjang dari 9 menjadi 3, peningkatan investasi dan hilirisasi dan mengendalikan impor serta mendorong ekspor pangan.