Lihat ke Halaman Asli

Membangun Pertanian Butuh Orang 'Gila'

Diperbarui: 4 April 2017   17:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:beritajokowi.com

Harus diakui, membangun pertanian bukanlah hal yang mudah bak membalikkan telapak tangan. Pertanian dihadapkan pada upaya menghidupkan berbagai komoditas yang sangat beragam, kebutuhan hidup manusia, lingkungan serta sosial budaya. Bahkan pertanian dihadapkan dengan hukum paradoks yaitu ketika hanya fokus meningkatkan beberapa bahkan satu komoditas pasti yang terjadi harus mengorbankan komoditas lain. Sehingga ini menjadi hantu yang terus menyebabkan wajah pertanian selalu gagal.

Beranjak dari tesis ini, maka mau tidak mau dalam membangun pertanian membutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul. Kita pasti sepakat, untuk mendapat SDM pertanian ini, harus yang tuntas akademiknya karena dianggap memiliki kapasitas atau kompentensi sesuai dengan tuntutan bidang dalam pertanian itu sendiri. Selain itu, tidak sedikit yang berpendapat bahwa pertanian harus diurus oleh ahlinya, kalo tidak maka pertanian akan hancur. Orang yang bukan ahlinya hanya bisa bicara saja, tidak ada yang dapat diperbuat.

Pandangan ini secara kaca mata kudanya harus diakui benar. Akan tetapi, jika bercermin dari fakta apa yang telah terjadi bahkan jika membuka kembali sejarah bangsa ini yang sebenarnya, pertanian tidak mutlak membutuhkan SDM disebutkan di atas. Namun, membangun pertanian perlu kiranya dibangun oleh orang ‘gila’.

Yang dimaksud orang ‘gila’ ini adalah orang yang haus berpikir, berkarya, bekerja tanpa ada kepentingan dan tidak mempertuhankan jabatan. Bahkan memilih jalan yang sunyi, sehingga berani mengambil resiko dan dikucilkan ketika idenya diyakini mampu membuat karya besar dan dapat berdiri di atas kakinya sendiri.

Tentunya, di era saat ini orang yang bersikap seperti ini dianggap orang ‘gila’. Saat ini, orang yang berbuat dan berpikir dengan mengikuti arus kekuasaan dianggap orang waras dan super. Apalagi memiliki pengalaman dan tingkat pendidikan yang mempuni ditambah lagi dipakai oleh pihak asing dan pemerintah, semua orang menganggapnya orang pintar atau jenius.

Berkaca dari kondisi ini, untuk membangun pertanian yang kondisinya disebutkan di atas, suka tidak suka dan mau tidak mau memerlukan orang ‘gila’ yang melahirkan ide ‘gila’. Yaitu ide yang melahirkan konsep pertanian yang revolusioner bersandarkan pada kebenaran pemikiran yang terintegrasi dengan nilai-nilai luhur bangsa. Bukan memaksakan diri untuk menggunakan teori-teori akademik di buku.

Filosof dari Perancis, Descartes mengatakan “Cogito Ergo Sum” yaitu aku berpikir maka aku ada. Artinya apabila kita berpikir disertai kerja keras yang hakiki, maka tidak ada yang tidak mungkin untuk dihasilkan. Bagi kalangan yang menjunjung tinggi teori-teori ahli dalam buku, orang yang berjalan pada hal ini dianggap gila. Sebab, tidak ada referensi teori yang dipakai untuk mengimplementasikan sesuatu.

Namun, fakta memperlihatkan dengan terang benderang akan keberhasilan orang-orang 'gila' di berbagai bidang khususnya di pertanian. Mereka mampu melangkah melakukan gerakan revolusioner tanpa menyandang ilmu yang diperoleh di dunia formal. Akan tetapi ilmunya diperoleh dari jalanan dengan keyakinan pada kemampuan akal dan pikirannya disertai kerja keras untuk bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, bukan untuk dirinya.

Misalnya, Milton Hershey pemilik The Harshey Company. Ia keluar dari sekolah ketika umurnya 9 tahun. Semasa sekolah, Hershey tidak memiliki prestasi belajar yang menggembirakan. Ketika sudah menginjak kelas 4 SD, Hershey terpaksa harus keluar dari sekolah. Karena ketertarikan dan kecerdasannya mengolah coklat, Hershey justru berhasil mendirikan perusahaan coklat benama Hershey Company yang sukses mengirim produknya hampir ke seluruh belahan dunia.

Kemudian, Amadeo Giannini adalah salah satu orang paling sukses di dunia yang juga tidak menamatkan pendidikan formalnya. Ia keluar pada dari sekolah pada usia 13 tahun dan memutuskan untuk belajar bisnis langsung di lapangan. Perjalanan karir Amadeo Giannini bisa dibilang cukup terjal, hingga akhirnya pada tahun ia berhasil mendirikan Bank Of America setelah sebelumnya membesarkan sebuah bank bernama Bank Of Italy. Ia adalah seorang pebisnis cerdas yang pertama kali berani menawarkan sistem kredit kepada para imigran berpenghasilan rendah.

Di Indonesia ada sosok Maria Loretha yang kebanyakan orang menganggapnya gila. Ia dengan kesadaran nilai luhurnya, fokus mengembangkan  sorgum dan padi lokal pada lahan marginal di Pulau Flores. Pengembangan sorgum tersebut tanpa menggunakan pupuk. Maria merintisnya dengan susah payah dengan menggandeng yayasan agama setempat untuk meyakinkan masyarakat agar bergerak menanam sorgum. Kini, sorgum yang dikembangkannya telah menempus pasar Eropa dan banyak dikonsumsi oleh penderita diabetes dan kanker usus. Dalam pengelolaanya, pola pengembangan sorgum dilakukan kelompok tani. Sorgum yang dihasilkan 60 persen untuk kebutuhan konsumsi, 30 persen untuk dijual dan 10 persen dimasukkan ke usaha bersama sebagai tabungan petani dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat. Dengan konsep ini, petani tidak perlu mengambil pinjaman ke bank konvensional yang bunganya menyiksa mereka. Petani pun tidak berurusan dengan pinjaman ke tengkulak yang nantinya akan membeli hasil panen dengan harga rendah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline