Lihat ke Halaman Asli

Dobrak Sesat Pikir, Ahok Pantang Mundur, Berlari Kencang, Tiru Jokowi

Diperbarui: 17 Februari 2016   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gubernur DKI, Basuki Thajaya Purnama atau Ahok (Dok: Kompas.com) "][/caption] Jakarta adalah ibukota negara Republik Indonesia. Setumpuk atau bahkan bertumpuk-tumpuk permasalahan masih terus mengepung ibukota negera ini. Mulai dari kemecetan, banjir, buruknya birokrasi pemerintahan, tingkat kriminalitas yang tinggi hingga persoalan rendahnya moralitas. Lima poin itu merupakan sedikit dari setumpuk permasalahan yang sangat penting untuk ditekankan untuk saat ini dan jangka panjang. Faktor kepemimpinan juga menjadi salah satu faktor yang dapat mengubah keadaan sebagaimana empat faktor diatas. Saat ini DKI Jakarta dipimpin oleh Basuki Thajaya Purnama atau Ahok, yang mana pola kepemimpinan dari Ahok tidak perlu lagi diragukan dalam menertibkan Jakarta yang selama ini terkesan dipimpin dengan gaya ugal-ugalan.

Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang sebelumnya sempat berpasangan dengan Jokowi yang kini menjadi Presiden Republik Indonesia. Sebelum memutuskan untuk ikut Pilgub DKI 2012 lalu, Jokowi sangat berhati-hati dalam memilih caon pendampingnya untuk mendampinginya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Jokowi saat itu tak mau asal pilih, asal comot siapa yang akan mendampinginya, tetapi Jokowi saat itu lebih menekankan pentingnya memilih pendamping yang juga memiliki keinginan yang kuat dan kecakapan yang tidak perlu lagi diragukan dalam mengelola birokrat pemerintahan.

Apalagi saat itu Jokowi melihat setumpuk permasalahan masih mengepung DKI Jakarta. Jokowi tak mau memilih pendampingnya yang bekerja secara ugal-ugalan, dan oleh sebab itulah saat itu pula pada Pilgub DKI 2012, Jokowi memutuskan memilih Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI.  Ahok dipilih karena dianggap paling cakap untuk bisa membantunya menyelesaikan setumpuk persoalan yang sangat kompleks yang telah mendera ibukota negara ini selama berpuluh-puluh tahun. Hasilnya kini sejak Ahok ditinggalkan oleh Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia, Ahok menjadi lebih mudah untuk membenahi setumpuk persoalan yang masih terus menghadang laju kemajuan ibukota negara ini.

Jokowi memang telah menyiapkan pemimpin yang tepat untuk membantunya membangun bangsa ini, dan Ahok adalah pilihan Jokowi untuk saat ini dan nanti dalam membangun bangsa sekaligus mendobrak sesat pikir selama ini yang menganggap bahwa cukup sulit menyelesaikan setumpuk permasalahan di Jakarta.

Saat Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, bersama Ahok telah merumuskan berbagai macam solusi untuk mengatasi persoalan kemacetan yang ada di ibukota. Salah satunya yakni mendobrak pikiran yang selama ini tidak pernah terpikirkan, yakni membangun MRT dan LRT untuk melakukan efisiensi dan hemat waktu bagi mobilitas masyarakat DKI Jakarta yang ingin cepat bergerak. Tak dipungkiri pembangunan kedua proyek yang masih berlangsung hingga hari ini pun menelan anggaran yang cukup besar.

APBD DKI adalah yang terbesar dari seluruh porsi APBD dari 34 provinsi yang ada. Jokowi dan Ahok sungguh benar-benar memanfaatkan anggaran itu untuk memangun ibukota negara, dan hasilnya kini dua proyek itu masih dalam tahap pengerjaan dan satu-dua tahun kedepan, Indonesia akan memiliki MRT dan LRT pertama di Indonesia setelah 70 tahun merdeka.

70 tahun adalah waktu sangat lama bagi kita yang mengalami kesesatan dalam berpikir. Sesat pikir lebih berbahaya daripada sesat jalan, karena jika tersesat dijalan, kita pun bisa bertanya agar kita bisa keluar dari kesasatan jalan yang kita lalui itu. Untuk itulah bangsa Indonesia saat ini memiliki harapan yang kembali memuncak akan kepemimpinan Jokowi dan Ahok dalam mengawal pembangunan negeri ini. Jokowi sebagai Presiden tentu akan makin mempermudah langkah dan cita-citanya untuk mengubah wajah ibukota negara ini, ditambah lagi Ahok yang memiliki kecakapan yang luar biasa dalam menyelesaikan sejumlah masalah pelik di ibukota yang saat itu dianggap oleh sebagaian orang utopia untuk bisa diselesaikan.

Masyarakat DKI saat itu sudah pesimis, wajar menjadi pesimis karena saat itu belumlah muncul sosok Ahok yang secara terang-terangan cukup menggebrak dan memberi warna bagi dunia birokrat pemerintahan. Praktis saja sejak ditinggalkan oleh Jokowi, Ahok kini makin leluasa dan makin cepatbergerak untuk mewujudkan cita-cita mulianya bersama Jokowi yakni membangun Indonesia menjadi bangsa yang kuat, yang disegani, yang dihormati oleh bangsa manapun di dunia ini.

Sejak pertama kali ditinggal oleh Jokowi, Ahok langsung mendapatkan ujian yang cukup berat dari DPRD DKI dan SKPD DKI, dimana dalam pembahasan RAPBD DKI 2013, tidak ada pembahasan antara legislatif dan eksekutif mengenai pengadaan UPS, namun tiba-tiba anggaran muncul anggaran siluman senilai 12,1 triliyun , yang langsung membuat Ahok marah besar dan langsung melaporkannya ke Komisi Pemberatasan Korupsi. Dengan melaporkan itu tentu praktis Ahok makin menjadi semakin banyak musuh-musuhnya terutama dari para pembegal anggaran itu. Tapi Ahok pantang takut sesuai dengan cita-citanya bersama Jokowi, Ahok maju terus dan terbukti memang benar ada dugaan korupsi yang melibatkan DPRD DKI dan APBD DKI. Inilah salah satu bukti nyata bahwa Ahok tidak akan pernah mengkhianti rakyat yang telah memilihnya.

Lalu tak lama setelah itu, persoalan pembelian lahan sumber waras di kait-kaitkan dengan Ahok. Namun kini yang mengait-ngaitkan kasus sumber waras dengan Ahok terdiam. Pasalnya Ketua BPK DKI sudah resmi dicopot dari jabatannya karena dianggap memiliki konflik kepentingan dengan pemerintah provinsi DKI dibawah komando Ahok. Konflik kepentingan yang dimaksud disini adalah Ketua BPK DKI sebelumnya ini memiliki lahan pemakaman umum yang hendak dijual kepada pemerintah Provinsi DKI, Namun itu sudah ditolak sejak Jokowi dan Ahok berduet membenahi ibukota dari ancaman potensi kerugian kas daerah pemerintahan DKI.

Bahkan Ketua BPK DKI sebelumnya ini mengajukan surat permohonan hingag tiga kali ke pemerintah Provinsi DKI, Tapi tetap saja tidak digubris, dan hingga akhirnya BPK DKI memutuskan untuk melakukan audit terhadap pembelian lahan sumber waras, dan berdasarkan hasil audit ditemukan adanya potensi kerugian negara. Namun kini potensi kerugia negara ini terbantahkan sudah seiring pencopotan Ketua BPK DKI sebelumnya yang memutuskan melakukan audit terhadap pembelian lahan sumber waras, dan yang jadi alasan dari pencopotan itu tak lain adalah karena adanya conflict of interest. Sampai disini persoalan sumber wraas kian terang benderang bahwa tidak ada kesalahan hukum yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam pembelian lahan sumber waras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline