[caption caption="Menaklukkan Premanisme Kalijodo (Dok: Metrotvnews.com)"][/caption] Nama Daeng Aziz mendadak tenar dalam beberapa pekan terakhir ini. Iya, sang penguasa Kalijdo, Itulah Daeng Aziz. Selama ini Daeng Aziz tak banyak dikenal banyak orang, namun akibat keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan membongkar Kalijodo, namanya langsung naik daun, bak Isyana Sarasvati. Bedanya Daeng Aziz mendadak tenar karena banyak tindak pidana yang telah diperbuatnya, sementara Isyana Sarasvanti mendadak tenar karena kepintarannya dalam dunia seni. Selama ini remang-remang maupun bangunan yang ada di Kalijodo sering dimanfaatkan untuk perbuatan pelacuran oleh para PSK.
Tak hanya para PSK yang bekerja dari pagi hingga malam untuk memberikan kepuasan seksual hanya demi sesuap nasi. Pelaku tindak kriminal diantaranya, para penjudi , juga tak ketinggalan para pemabuk yang selalu memabuk di Kalijodo. Termasuk pula menjadi tempat perkumpulan para preman. Tempat ini dikenal sebagai salah satu tempat yang paling ditakuti bahkan disegani, karena ada penguasanya yang sangat berkuasa, Daeng Aziz. Namun kini permainan Daeng Azizi berakhir sudah. Daeng Aziz sudah ditangkap oleh polisi dengan tuduhan banyak kasus, antara lain mulai dari menjadi mucikari, kepemilikan senjata ilegal, hingga pencurian listrik yang disangkakan kepada sang penguasa Kalijodo itu. Tentu dengan begitu banyak sangkaan pidana, Maka berakhir sudah kekuatannya di Kalijodo.
Tertangkapnya Daeng Aziz, sang penguasa Kalijodo tak pelak ibarat sedia payung sebelum hujan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta Basuki Thajaya Purnama atau Ahok. Karena penggusuran Kalijodo pada 29 Februari mendatang hampir bisa dipastikan akan berjalan mulus dan tanpa ada hambatan sedikit pun. Karena pada faktanya, justru saat ini hampir semua penghuni Kalijodo sudah meninggalkan kawasan yang menjadi penyakit sosial tersebut. SP 1 hingga SP 2 sudah diturunkan oleh Pemerintah Provinsi DKI, Itu artinya tinggal selangkah lagi atau SP 3 dikeluarkan, Kalijodo akan menjadi kenangan yang amant sangat manis bagi penguasa Kalijodo, Daeng Aziz. Karena selama bertahun-tahun bahkan belasan tahun, Daeng Aziz menjadi penguasa di Kalijodo.
Menjadi kenangan yang amat sangat manis, karena selama ini Daeng Aziz mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari bisnis esek-esek yang dijalankannya di Kalijodo, termasuk pula memiliki bisnis kafe yang kental akan aroma pesta seks, mabuk-mabukan hingga perjuadian yang biasa menghiasi Kalijodo. Berpenampilan nyentrik layaknya pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea, membuat Daeng Aziz sangat disegani dan bahkan sangat ditakuti oleh warga sekitar. Namun kini Daeng Aziz sudah berakhir. Perjalanan Daeng Aziz sudah terhenti total. Kisah Daeng Aziz di Kalijodo juga sudah tamat.
Penangkapan Daeng Aziz ibarat sedia payung sebelum hujan, bukan tanpa makna. Salah makna terbesarnya adalah bahwa untuk dapat menguasai suatu wilayah, maka yang harus dicokok adalah sang penguasa itu lebih dulu. Jika sang penguasa itu tidak ditangkap, Maka wilayah itu tidak bisa diambil alih, karena sang penguasanya masih berkuasa. Begitulah analogi yang tepat untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu bentuk kejahatan lain yang telah dilakukan Daeng Aziz tak hanya sebatas menjadi mucikari, mencuri listrik hingga menyediakan tempat perjudian dan pelacuran, tetapi Daeng Aziz juga telah menyerobot tanah negara demi meraup keuntungan besar yang ia telah raup.
Demi mengubah nasibnya, Daeng Aziz nekad menyerobot tanah negara, yang mana diketahui Kalijodo dahulu kalanya adalah tempat singgah bagi pedagang yang baru datang dari Tiongkok untuk beristirahat sejenak dan tentu dalam istirahat itu ditemani para pelacur-pelacur yang biasa mangkal. Kawasan ini juga dikenal sebagai ruang terbuka hijau, dan itu artinya tidak boleh ada bangunan di atas lahan tersebut. Namun yang terjadi tidaklah demikian. Daeng Aziz sangat bersemangat untuk memanfaatkan tanah negara untuk dapat menjadi penguasa yang sangat disegani di Kalijodo.
Tidak hanya itu saja menjadi sedia payung sebelum hujan juga terlihat dari upaya sigap dan cepat yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang dengan cepatnya melakukan operasi penyakit masyarakat, yang mana dalam operasi itu, sungguh mengejutkan terdaat ada sekitar 400 anak panah dan beberapa jenis senjata tajam lainnya. Bisa ditafsirkan bahwa sesunggunya akan digunakan untuk apa panah itu selain menyerang petugas yang akan menggusur habis Kalijodo. Tentu mengeluarkan penafsiran tersebut bukan tanpa alasan, setidaknya ada satu alasan besarnya yakni bahwa penguasa Kalijodo, Daeng Aziz pernah berujar jangan membuatnya melawan. Singkat kata maknaucapan Daeng Aziz, selang beberapa hari kemudian disita banyak anak panah. Beruntung Pemerintah Provinisi DKI Jakarta sudah sedia payung sebelum hujan.
Selain itu penggusuran Kalijodo juga ibarat hoki politik bagi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thajaya Purnama atau Ahok, karena penggusuran Kalijodo ini akan berhasil membuat partai-partai politik makin tertarik untuk menggandeng Ahok. Saat ini bagi partai politik, Ahok bisa diibaratkan seperti gadis yang sangat cantik, dan sangat seksi, sehingga siapa saja yang meliriknya pasti akan tertarik. Meskipun baru NasDem yang menyatakan kesediaannya mendukung Ahok, diyakini partai politik lain sedang berhitung untuk memberikan dukungan terhadap Ahok. Inilah hokinya Ahok.
Seperti PAN misalnya yang sedang berhitung dengan cermat terhadap yang akan diusungnya, Desi Ratnasari-Eko Patrio. Tentu PAN harus belajar dari kelakuan buruk Pasha Ungu, Wakil Wali Kota Palu yang bersikap arogan dengan PNS dan wartawan saat memimpin apel pagi beberapa waktu yang lalu. Dimana Pasha Ungu sempat marah dan sdikit berteriak karena ditertawakan PNS akibat salah dalam memimpun apel pagi itu. Tentu belajar dari kelakuan memalukan Pasha Ungu yang diusung PAN, PAN akan pasti belajar lebih banyak lagi untuk berhati-hati jika ingin mengusung artis sebagai kepala daerah. Tentu tidak hanya PAN, Tetapi partai politik lainnya pun saat ini masih menimbang-nimbang siapa yang akan diusung pada Pilgub DKI 10 Februari 2017 mendatang.
Maka tidak menutup kemungkinan bentuk dukungan terhadap Ahok tak akan jauh-jauh dari terbentuknya dua koalisi besar pada Pilpres lalu, yakni KIH dan KMP yang telah bubar dengan sendirinya. Namun pembentukan koalisi gemuk akan tetap ada dengan anggota, Golkar, PKS, PPP, PAN, Gerindra dan PBB. NasDem suda terlebih dulu memberikan dukungan terhadap Ahok. Sementara PDIP, PKB, Hanura akan memberikan dukungan terhadap Ahok pada timing yang tepat. Karena bagi PDIP, Menguasai Indonesia adalah sangat penting bagi eksistensi partai ini kedepannya. DKI Jakarta juga harus dapat dikuasai oleh PDIP. Satu yang paling memungkinkan adalah Djarot Saiful Hidayat yang kini menjadi Wakil Gubernur DKI yang mendampingi Ahok, akan kembali diplot mendampingi Ahok pada Pilgub DKI 2017 mendatang.
Karena jika yang menjadi Wakil Gubernur DKI periode 2017-2022 dari PDIP, Maka PDIP bisa kembali menguasai DKI Jakarta. Itu terjadi bila Ahok maju sebagai RI-2 yang akan mendampingi Jokowi pada 2019 mendatang. Namun apapun itu, saat ini sinyal politik kuat sekali sedang mengarah ke Ahok, terlebih lagi jika 29 Februari mendatang, penggusuran Kalijodo mulus tanpa adanya perlawanan sedikit pun dari warga sekitar. Nampaknya perlawanan tak akan ada lagi, karena sang penguasa Kalijodo, Daeng Aziz udah dicokok terlebih dulu, begitu pun dengan 400 anak paha serta beragam senjata tajam pun sudah disita. Dengan melihat itu, peluang untuk terjadinya perlawanan pada hari penggusuran Kalijodo adalah sangat kecil bahkan hampur tidak ada, karena kekuatan utamanya sudah berhasil ditangkap.