[caption caption="Partai Nasdem umumkan dukungannya terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk maju Pilkada DKI 2017 dan menjadi gubernur DKI lagi, di Kantor Partai Demokrat, Jalan R.P Soeroso, Jumat (12/2/2016). (Kiri ke kanan) Majelis Tinggi Partai Nasdem Reri Lestari, Ketua DPP Nasdem Taufik Basari, Ketua Korwil Partai Nasdem DKI Jakarta Viktor Leiskodat, Sekretaris DPW Partai Nasdem DKI Wibi Andrino, Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Bestari Barus. (Dok: Kompas.com)"][/caption]Partai politik terus melakukan manuver-manuver terbukanya jelang penyelenggaraan Pilgub DKI 2017 mendatang. Setelah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bermanuver dan menyatakan siap mengusung Ahmad Dhani pada Pilgub DKI 2017 mendatang. Kemarin, Partai Nasional Demokrat (NasDem) resmi mendeklarasikan dukungannya untuk calon Gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dukungan ini praktis membuat Ahok semakin berada di atas angin.
Menjadi berada di atas angin karena selain dukungan dari NasDem, Ahok juga sudah memiliki Teman Ahok, sebuah komunitas yang bergerak cepat mengumpulkan fotocopi KTP agar Ahok bisa melaju lewat jalur independen pada Pilgub DKI 2017 mendatang. Memang makin hari makin bermunculan nama-nama yang akan jadi lawan Ahok pada Pilgub DKI 2017 mendatang, itu tak lepas dari besarnya anggaran APBD yang dimiliki DKI sebagai pemegang anggaran APBD terbesar dari semua provinsi yang ada di Indonesia.
Terlebih lagi dukungan yang diberikan NasDem kepada Ahok adalah tanpa syarat dan membebaskan Ahok untuk memilih sendiri siapa yang akan digandengnya untuk menjadi pendampingnya pada Pilgub DKI 2017. Sampai disini sukses sudah NasDem bermanuver cantik dan memperlihatkan keberpihakannya terhadap Ahok yang merupakan salah satu pemimpin terbaik di negeri ini. NasDem juga sudah berhasil menarik simpati masyarakat DKI. Dukungan NasDem terhadap Ahok, terlebih lagi NasDem adalah tergolong partai baru ini merupakan awal pijakan yang kuat bagi NasDem untuk mulai menancapkan kekuatan politiknya untuk beberapa tahun kedepan, khusunya untuk pemilihan Gubernur ibukota negara ini.
NasDem yang juga menjadi pendukung utama pemerintahan Jokowi-JK nampaknya lahan-perlahan mulai menunjukkan perbedaan pandangan politik dengan partai-partai politik lainnya terutama dalam menghadapi Pilgub DKI pada 2017 mendatang. Jika parta-partai politik lainnya sampai saat ini masih terus sibuk mencari lawan yang sepadan dengan Ahok, hal itu tidak bagi NasDem, bagi NasDem Pilgub DKI mendatang adalah awal yang baik untuk NasDem mulai menunjukkan keberpihakannya terhadap pemimpin yang telah terbukti mengutamakan kepentingan masyarakat ketimbang kepentingan pribadi.
Dan dengan didukung Nasdem+ Teman Ahok (1 juta fotocopi KTP) kemudian ditambah lagi PDIP dan Hanura yang akan menyusul mendeklarasikan dukungan terhadap Ahok, kemudian PKB pada last minutes, hampir bisa dipastikan jika empat partai politik ini bergabung dan berkoalisi mengusung Ahok, maka hampir bisa dipastikan pula Ahok akan kembali memimpin DKI Jakarta untuk periode 2017-2022.
Namun manuver cantik yang dimainkan oleh NasDem ini tak lain adalah bertujuan untuk merebut simpati masyarakat pada Pileg dan Pilpres 2019, karena dengan memberikan dukungan terhadap Ahok tanpa memunculkan pesaing Ahok, NasDem melihat itu adalah sebuah keberuntungan besar yang akan diperoleh NasDem, terlebih lagi NasDem sebagai partai baru akan terus menunjukkan keberpihaknnya terhadap pemimpin bangsa yang telah teruji kualitas dan kemampuannya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Manuver cantik dan indah bak penari balet yang dilakukan oleh NasDem saat ini adalah bagian dari strategi yang kini tengah disipakan NasDem untuk menghadapi Pileg dan Pilpres 2019 mendatang, namun hal itu akan terasa sia-sia jika NasDem tak menolak revisi UU KPK yang kini makin berkembang liar. Meskipun dukungan NasDem terhadap Ahok sudah dideklarasikan, dukungan itu sama sekali tidak memiliki efek jangka panjangnya bagi NasDem pada Pileg dan Pilpres 2019 mendatang.
Menjadi demikian karena hingga saat ini NasDem masih terus menunjukkan dukungannya terhadap revisi UU KPK, yang mana diketahui dari empat poin utama yang akan direvisi antara lain soal penyadapan yang harus meminta izin ketua pengadilan, soal pengangkatan penyelidik dan penyidik, soal kewenangan KPK mengeluarkan SP3 hingga soal pembentukan Dewan Pengawas KPK yang sangat mengancam eksistensi KPK dalam pemberantasan korupsi kedepannya.
Ada baiknya dukungan terhadap revisi tersebut ditolak oleh NasDem. Begitupun dengan sikap PDIP dan Hanura yang masih terus ngotot-ngototan merevisi UU KPK yang padahal diketahui tujuan dari revisi ini tak lain adalah membuat KPK makin lemah, ini terlihat dari dibentuknya Dewan Pengawas KPK yang akan sangat berpotensi penuh akan nuansa politis. Begitulah dinamika di parlemen saat ini yang masih terus dipelototi oleh Ahok. Dengan melihat dinamika partai politik yang terjadi di parlemen, partai politik saling ngotot agar UU KPK direvisi, tentu ini akan kembali membuat Ahok kembali berhitung dengan cermat lagi jika ingin masuk partai politik maupun menerima pinangan partai politik.
Menyatakan dukungan terhadap Ahok dari partai politik adalah sah-sah saja, tetapi untuk menghindari agar partai politik tidak lagi menganggu Ahok setelah kemenagan ia raih, maka ada baiknya Ahok kembali menegaskan bahwa dukungan yang diberikan oleh partai politik adalah harus murni bertujuan untuk mengawal pembangunan Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tidak ada bagi-bagi posisi penting dalam pemerintahan Ahok yang baru nanti, karena komitmen Ahok untuk membersihkan birokrat yang bermain kotor pun sangatlah tinggi dan ini yang harus didukung oleh partai politik yang menyatakan dukungan terhadap Ahok, terutama NasDem yang secara terang-terangan menyatakan mendukung Ahok dengan tanpa syarat.
Meskipun Ahok juga memiliki kedekatan dengan banyak Ketua Umum Partai politik, terutamanya Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Hanura Wiranto, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, hingga Ketua Umum NasDem Surya Paloh, tentu Ahok tak akan mudah masuk perangkap maupun bujuk rayu agar Ahok maju dari partai politik.