Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Melawan Kebocoran di Mana-mana dan Mulai Menebas Pedang Keadilan

Diperbarui: 8 Desember 2015   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Presiden Jokowi sedang marah besar (Dok: Kompas.com)"][/caption]

Anggapan bahwa Presiden Jokowi adalah Presiden yang lemah, yang tak berdaya dan penakut terbantah sudah setelah semalam Presiden Jokowi melalui Breakingnews yang disiarkan oleh Metro TV meluapkan amarahnya untuk pertama kali ke publik dan rakyat Indonesia. Selama ini sosok Jokowi dikenal sebagai sosok yang sangat lembut, baik, bersahaja, tak mudah marah, tak mudah tersinggung , mendadak berubah drastis, dan meluapkan amarahnya yang ditunjukannya kepada Ketua DPR, Setya Novanto.

Bahkan Jokowi sempat menahan rasa amarahnya sejak pagi hari hingga akhirnya amrahanya meledak bak ledakan yang cukup keras yang akhirnya membuat orang kini merasa sadar dan mengerti sepenuhnya bahwa sebenarnya Jokowi sebagai Presiden yang sangat tegas, berani dan tak ada sikap kompromi baik politik maupun kepentingan-kepentingan yang dapat mengadaikan kepentingan bangsa dan negara.

Amarah Jokowi yang diluapkannya didepan awak media dengan mengacungkan jari telunjuk menginsyaratkan bahwa sosok Jokowi kini sudah sangat berubah dari tegas menjadi sangat tegas dan dari anggapan lemah berubah menjadi powerfull. Kemarahan Jokowi ini juga ada kaitannya dengan persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan yang dengan agenda mendengarkan keterangan Setya Novanto, yang diputuskan oleh Kahar Muzakir, Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan yang memimpin jalannya sidang kemarin.

Hal tersebut tercermin dari sikap Jokowi yang tak mau namanya dicatut-catut oleh Ketua DPR, Setya Novanto. Selama ini diketahui bahwa bisnis haram yang dijalankan oleh Setya Novanto bersama kroni-kroninya tersebut sudah berhasil mengeruk kekayaan alam negeri ini, bahkan dalam dua tahun terhitung periode 2012-2013, berdasarkan hasil audit, Setya Novanto bersama koleganya yang juga pengusaha yang sangat beken bahkan disegani dan ditakuti oleh pengusaha minyak dan gas baik dalam maupun luar negeri, berhasil membuat Indonesia tersandera impor BBM yang berkepanjangan dan akhirnay mereka pun menguasai 250 Triliun uang negara dari hasil minyak dan gas yang selama ini menyandera Indonesia.

Hal ini tentunya kian membuktikan bahwa Setya Novanto dan Riza Chalid memang merupakan pemain utama yang selama ini dilindungi oleh rezim sebelumnya, Namun permainan kotor tersebut akhirnya berakhir setelah Jokowi resmi menjadi Presiden Republik Indonesia. Dengan tegas Jokowi menyatakan mencabut subsidi BBM sekaligus membubarkan Petral yang merupakan ‘’sarang tawon’’ bagi para perampok negeri zamrud khatulistiwa ini.

Terlebih lagi dalam perisngan kemarin, Setya Novanto membantah semua isi keterangan yang terdapa dalam rekaman tersebut, Bahkan Setya Novanto menyebut bahwa rekaman yang direkam oleh Maroef Syamsoeddin, Presiden Direktur PT.Freeport Indonesia itu adalah ilegal dan tak ketinggalan pula, Sudirman Said juga turun dijadikan sasaran tembak oleh Novanto dalam persidangan yang digelar secara tertutup kemarin.

Yang lebih mengejutkan lagi, Novanto hanya diperiksa selama 3 jam, sedangkan Sudirman Said dan Maroef Syamsoeddin diperiksa rata-rata diatas 7 Jam, terkesan bahwa Mahkmah etik DPR tersebut hanya terpaksa memeriksa Setya Novanto, dan dibalik sikap keterpaksaan tersebut tersirat pesan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan seolah-olah menunjukkan independensinya, Namun yang terjadi justru sebaliknya, yakni independensi yang mulia-mulia tersebut sudah luntur dan habis. Padahal sesungguhnya yang mulia-mulia tak mampu untuk mencopot Setya Novanto melalui sanksi etik Mahkamah itu sendiri.

Bahkan dalam persidangan yang berlangsung tertutup kemarin, Setya Novanto membacakan 12 pembelaannya yang mana dari ke dua belas pembelaannya tersebut sudah dapat dismpulkan bahwa Setya Novanto membantah semua isi rekaman dan tak mengakui semua rekaman yang berurasi 1 jam 20 menit tersebut. Misalnya persoalan legal standing yang kembali diungkit, padahal sudah jelas legal standing Menteri ESDM adalah berdasarkan pasal 1 ayat 10 Peraturan DPR No 2/2015 tentang Tata Beracara Mahkamah.

Tak hanya soal itu saja Novanto juga menyebut bahwa rekaman itu ilegal. Yang jadi pertanyaan sederhananya adalah apakah semua rekaman CCTV yang dipasang diperkantoran juga ilegal, Jika sudah demikian maka makin jelas kualitas yang dimiliki oleh seorang Ketua DPR, Setya Novanto, dan kualitas yang dimilikinya tersebut berdampak pada fungsi legislasi yang sangat memperihatinkan, Karena tak ada UU yang berhasil disahkan kecuali Perpu yang kemudian disahkan menjadi UU, dan jika sudah demikian maka dapat disimpulkan bahwa Setya Novanto gagal total memimpin lembaga negara yang terhormat tersebut, sampai-sampai ia harus mencatut nama Jokowi dan JK.

Bahkan jika dilihat dari pola pikirnya yang mneyebut bahwa rekamna itu ilegal kian meyakinkan penulis bahwa Setya Novanto tidak dapat membedahkan perbedaan antara perekaman dan penayadapan. Didalam pasal 31 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memang ada kata ‘’rekaman’’ namun maksud rekaman dalam pasal tersebut bukanlah bagian dari rekaman yang sesungguhnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline