[caption caption="Sekjen Nasdem, Patrice Rio Capella (Dok:Kompas.com)"][/caption]
Penetapan Sekjen Nasdem, Patrice Rio Capella sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan sejumlah uang atau gratifikasi oleh Komisi anti rasuah, KPK sungguh mengerankan sekaligus penuh tanda tanya, bagaimana tidak, saat ini diketahui bahwa, kasus dana bansos yang dituduhkan terhadap Rio tersebut sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung. Bahkan yang lebih mengeherankan lagi adalah persoalan surat penetapan tersangka yang belum diterima oleh tersangka, Patrice Rio Capella.
Bukan hanya itu, kejanggalan lain yang membuat penulis menyebut Patrice Rio Capella menjadi korban politik KPK, lantaran KPK dengan terang-benderangnya menabrak pasal 6 huruf a UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dimana pasal tersebut mengatur mengenai koordinasi soal penyelikan, penyidikan dan penuntutan. Namun, yang ingin saya tekankan disini adalah hanya terkait koordinasi yang seharusnya dilakukan oleh komisi anti rasuah, KPK, lantaran kasus yang disangkakan terhadap Rio tersebut sudah terlebih dahulu ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Kejanggalan lainnya adalah soal penetapan tersangka Rio yang terkesan terburu-buru alias ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu, lantaran, Sekjen Nasdem tersebut baru diperiksa sebagai saksi sebanyak satu kali, dan dari alasan tersebut, penulis memahami bahwa belum semua keterangan Rio digali oleh penyidik KPK. Penetapan tersangka tak seharusnya dilakukan secara terburu-buru, lantaran masih banyak yang perlu didapat dari keterangannya sebagai saksi, karena dalam pertemuan yang diinisiator oleh OCK tersebut juga jelas dinyatakan kehadiran Surya Paloh, Ketua Umum Nasdem. Bahkan yang lebih mengherankan lagi bagi penulis adalah soal pernyataan Jaksa Agung, M Prasetyo yang menyebut soal dana bansos tetap ditangani oleh Kejaksaan Agung, sedangkan operasi tangkap tangan ditangani oleh KPK. Padahal, seharusnya dana bansos tetap menjadi kewenangan penuh Kejagung, bukan justru KPK menetapkan tersangka Rio yang diduga terlibat kasus dana bansos yang kasusnya ditangani oleh Kejagung.
Namun, yang hingga kini masih menjadi tanda tanya besar bagi Penulis adalah mengapa hingha saat ini KPK tidak berusaha sedikitpun memanggil Surya Paloh, yang tak lain tujuan pemanggilan tersebut adalah menggali keterangan terjadap Paloh mengenai kehadirannya dalam agenda mendamaikan atau mengharmonisasikan hubungan Gatot Pujo Nugroho, Gubernur nonaktif Sumatera Utara nonaktif dengan Wakinya, Tengku Eri yang kuranf harmonis lantaran pembagian tugas yang tidak jelas, dan inilah awal atau pangkal dari kasus yang menyeret Rio kedalam pusaran suap dana bansos oleh GPN.
Jika sudah menjadi tersangka oleh KPK, secara otomatis, Rio akan menjalani persidangan dengan mendapat hasil akhir berupa vonis hakim. Namun, yang paling penting untuk ditekankan disini adalag bahwa terhadap KPK diharapkan agar transparan dan proporsional dalam menangani kasus yang menjerat Rio, jangan jadikan orang-orang tertentu sebagai target, karena ini sesungguhnya bukanlah cara penegakkan hukum yang benar. KPK juga yang tanpa SP3 seharusnya dapat lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan memerhatikan ketentuan alat bukti dalam KUHAP, yakni minimal dua alat bukti, seseorang baru bisa ditetapkan sebagai tersangka.
Nasi sudah menjadi bubur, mau dikata apa lagi? , yang terpenting dilakukan oleh KPK saat ini adalah melakukan pengembangan kasus yang menjerat Rio ini, karena penulis disini sangat berkeyakinan bahwa, Patrice Rio Capella adalah korban, ia bukan aktor utama dibalik kasus yang menjerat GPN dan OCK. KPK harua terus menelusuri aktor intelektual dibalik kasus yang menyeret Rio. Bahkan, OCK yang kini sudah menjadi terdakwa mengakui dengan jujur bahwa, Rio sama sekali tidak terlibat, penyidik KPK seharusnya menghargai keterangan yang disampaikan oleh OCK selaku terdakwa, karena ketentuan tersebut sudah diatur oleh pasal 184 (5) KUHAP , yakni terkait keterangan tersangka/terdakwa.
Penyidik KPK harus secepatnya melimpahkan kasus ini ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar kebenaran materillnya bisa diungkap, dan secara faktual dapat diketahui siapa sebenarnya yang bersalah, agar tujuan utama dari hukum, yaitu kepastian dan keadilan bisa segera didapat oleh Rio.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H