Kasus penganiayaan yang melibatkan anak pemilik toko roti di Cakung, Jakarta Timur, George Sugama Halim, telah menarik perhatian masyarakat umum. Kekerasan yang dilakukan, serta perbedaan kekuasaan antara pelaku dan korban, menjadikan peristiwa ini menarik perhatian. Ketika hal-hal seperti ini terjadi, muncul pertanyaan besar tentang cara membuat lingkungan kerja yang aman dan adil bagi semua orang.
Latar Belakang Kasus
Pada 17 Oktober 2024, George Sugama Halim melakukan tindakan penganiayaan terhadap Dwi Ayu, seorang karyawati toko roti. Insiden bermula ketika permintaan George untuk mengantarkan makanan ke kamar pribadinya ditolak oleh korban. Sebagai respons, pelaku melemparkan berbagai barang, termasuk kursi dan patung batu, yang menyebabkan luka fisik pada korban. Meski laporan telah diajukan ke polisi sehari setelah insiden, penanganannya terkesan lambat hingga akhirnya video penganiayaan tersebut viral pada Desember 2024. Setelah mendapat tekanan publik, polisi menangkap George dan menetapkannya sebagai tersangka.
Kekerasan di Tempat Kerja: Sebuah Fenomena yang Sistemik
Kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan di tempat kerja adalah masalah yang kerap diabaikan. Tindak penganiayaan diatur dalam Pasal 351 KUHP Indonesia, yang mengancam hukuman penjara paling lama lima tahun. Namun, kekerasan seringkali tidak dicegah oleh regulasi, terutama di tempat kerja di mana ada ketimpangan kekuasaan yang besar. Pemilik bisnis atau anggota keluarga merasa memiliki kuasa untuk bertindak semena-mena, tetapi karyawan yang tergantung pada uang enggan melaporkan kasus pelecehan atau kekerasan.
Peran Media dalam Kasus Ini
Media sangat membantu mendorong tindakan hukum terhadap pelaku. Penangkapan George Sugama Halim dipicu oleh video penganiayaan yang tersebar luas di internet. Ini menunjukkan betapa pentingnya media untuk mengungkapkan kebenaran dan membiarkan korban berbicara. Meskipun demikian, media juga bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara bijaksana agar mereka tidak memperburuk stigma terhadap korban atau melanggar prinsip praduga tak bersalah terhadap pelaku.
Pembelajaran dari Kasus Ini
Kasus ini memberikan sejumlah pembelajaran penting:
Kebijakan Perusahaan Nol Toleransi terhadap Kekerasan harus memiliki aturan tegas yang melarang kekerasan fisik atau verbal di tempat kerja. Tidak peduli hubungan kekeluargaan atau status pemilik usaha, pelaku harus ditindak sesuai hukum. Kebijakan ini harus disampaikan dengan jelas kepada seluruh staf.
Untuk memiliki sistem pelaporan yang aman dan efektif, karyawan membutuhkan saluran yang melindungi mereka dari represi atau intimidasi. Untuk menangani keluhan, perusahaan dapat menyediakan jalur pengaduan anonim atau bekerja sama dengan pihak ketiga independen.