Akibat dari berkembangnya ilmu pengetahuan modern, sebagian besar orang meyakini bahwa alam semesta berperilaku dan berevolusi memenuhi suatu keteraturan berdasarkan hukum-hukum alam. Bahkan, dalam tingkatan yang paling ekstrim, ada pula golongan orang yang meyakini bahwa dengan adanya hukum alam (fisika) maka alam semesta dapat terbentuk (lahir) dengan sendirinya tanpa campur tangan Pencipta, dan oleh karenanya kitab suci dipandang sebagai dongeng kuno yang ketinggalan zaman.
Memasuki abad ke-20, ada dua 'hukum' fisika yang menjadi fondasi dari fisika modern serta berperan sebagai penentu arah perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi modern, yaitu teori kuantum dan teori relativitas Einstein. Teori relativitas Einstein terbagi menjadi dua, yang pertama adalah teori relativitas khusus yang memperkenalkan kesetaraan massa-energi, dan yang kedua adalah teori relativitas umum yang memperkenalkan kesetaraan massa dan kelengkungan ruang-waktu (gravitasi); relativitas umum Einstein adalah bentuk umum dari teori gravitasi yang sudah diperkenalkan lebih dulu oleh Sir Isaac Newton.
Salah satu konsekuensi dari teori relativitas umum Einstein adalah formula matematisnya memprediksi alam semesta yang mengembang atau mengerut. Hal inilah yang pada awalnya membuat Einstein sedikit ragu-ragu tentang perhitungan teorinya pasca dipublikasikan. Keraguan itu sirna setelah beberapa tahun kemudian, astronom Amerika Serikat bernama Edwin Hubble membuktikan secara eksperimental bahwa alam semesta benar-benar mengembang setiap waktu. Karena alam semesta mengembang setiap waktu, maka jika arah panah waktu di balik (waktu dihitung mundur ke masa lalu), kita akan mendapati alam semesta yang mengerut setiap saat. Berdasarkan hal ini, beserta dengan dukungan dan perhitungan ilmiah lainnya, maka disimpulkan bahwa pada suatu waktu di masa lampau, seluruh materi yang ada di alam semesta ini terkumpul dan terkompres menjadi satu dalam ukuran yang sangat kecil yang disebut sebagai partikel primordial atau singularitas.
Sekitar 13,8 milyar tahun yang lalu, partikel primordial ini mengalami suatu proses pengembangan yang super cepat dalam rentang waktu yang super singkat (seperti sebuah dentuman) yang oleh ilmuwan disebut sebagai big bang. Berdasarkan bukti dari berbagai penelitian ilmiah di bidang fisika maupun disiplin ilmu sains lainnya, baik secara teoritis maupun eksperimental, ilmuwan menyimpulkan bahwa alam semesta kita terbentuk secara spontan lalu berkembang menjadi keadaannya yang sekarang melalui sebuah evolusi selama milyaran tahun. Jadi, tanpa campur tangan 'pencipta', alam semesta ini diyakini bisa eksis dengan sendirinya. Oleh karena itu lahirlah berbagai paham yang menolak keberadaan Tuhan.
Hal ini jelas menimbulkan pro dan kontra tentang mana yang benar, apakah sains? atau kepercayaan (agama) yang sudah dipegang secara turun temurun sejak berabad-abad yang lalu?
Pada dasarnya, tidak ada aturan mutlak di dunia ini tentang mana yang benar dan mana yang salah jika hal itu berhubungan dengan kebebasan manusia dalam berpikir dan berimajinasi. Setiap manusia berdiri di atas persepsi dan keyakinan-nya masing-masing. Bagi sebagian orang, sains saja sudah cukup; karena apa yang tertulis dalam kitab suci tentang penciptaan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu golongan ini tidak menerima kisah penciptaan sebagai sebuah kebenaran. Sebaliknya, sebagian orang yang lain, dengan alasan mempertimbangkan hubungan sebab-akibat (kausalitas), meyakini bahwa adalah hal yang mustahil jika sesuatu dapat eksis tanpa ada yang mencipta. Oleh karenanya, menurut golongan ini, semaju apapun perkembangan ilmu sains, kita masih membutuhkan kehadiran Pencipta untuk melengkapi puzzle misteri alam semesta.
Di dunia ini tidak ada satupun individu yang mengetahui secara pasti bagaimana proses terbentuknya alam semesta kita secara detail. Pada satu sisi, kitab suci menuliskan bahwa alam semesta diciptakan oleh Pencipta, namun tidak menjabarkannya secara detail bagaimana prosesnya. Hal ini terjadi karena kitab suci tidak dimaksudkan untuk berfungsi sebagai ensiklopedia ilmu pengetahuan alam. Pada sisi yang lain, sains dapat menjabarkan dengan cukup lengkap bagaimana proses yang dijalani alam semesta selama proses evolusinya; mulai dari awal hingga usianya yang sekarang beserta dengan perilaku dan sifat-sifatnya. Namun, sains belum bisa menjelaskan secara menyeluruh dan utuh tentang asal usul alam semesta baik secara teori maupun eksperimental.
Model (teori sains) terbaik saat ini untuk menjelaskan awal mula dan evolusi alam semesta adalah teori big bang - seperti yang telah disinggung di atas. Namun, teori big bang sendiri melahirkan teka-teki baru yang belum terpecahkan sampai sekarang, seperti misteri energi gelap yang menyebabkan alam semesta mengembang semakin dipercepat setiap waktu, serta teka teki mengenai asal usul partikel primordial (singularitas) di masa lalu. Maksud dari yang disebutkan terakhir adalah bahwa apa yang terjadi dalam singularitas, dan apa yang terjadi sebelum big bang masih belum diketahui. Semuanya masih menjadi teka-teki. Jadi, entah mau menerima teori big bang sebagai kebenaran, meskipun teori ini belum dapat menjelaskan secara menyeluruh mengenai asal-usul dan evolusi alam semesta, atau sebaliknya mempercayai bahwa alam semesta diciptakan oleh sosok yang disebut Tuhan tanpa mempedulikan bahwa hal itu tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, kedua-duanya dapat disebut sebagai sebuah keyakinan. Setiap orang berhak untuk memilih dengan bebas mana yang ingin diyakininya.
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk membuktikan mana yang benar dan mana yang salah. Mungkin, kita sering sekali berhadapan dengan tulisan-tulisan sains populer yang menjelaskan tentang teori awal mula alam semesta secara ilmiah, termasuk tulisan-tulisan saya dalam blog pribadi saya maupun pada platform kompasiana ini. Jadi, jika biasanya saya menulis tentang alam semesta murni dari sudut pandang sains, maka dalam tulisan kali ini saya mencoba mengulas tentang suatu kasus yang terjadi pada awal mula alam semesta jika memang benar alam semesta diciptakan.
Ketika membahas kisah penciptaan dari sudut pandang agama dan kitab suci, umumnya hal itu mengacu pada kisah penciptaan yang ditulis oleh (nabi) Musa dalam salah satu kitab tauratnya yang disebut kitab Beresyit (dalam bahasa Inggris; Genesis) - atau yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kitab Kejadian. Kitab taurat adalah lima kitab yang ditulis Musa, yang diterima dan diakui oleh pemeluk agama Abrahamik, termasuk agama Yahudi, Nasrani (Protestan dan Katolik), dan Muslim. Pemeluk-pemeluk agama ini merupakan mayoritas dari golongan orang-orang di seluruh dunia yang mempercayai dan mengakui keberadaan Tuhan.
[Perlu dipahami dengan sangat jelas bahwa membahas semua kronologi penciptaan dalam kitab taurat dari sudut pandang sains adalah masalah yang benar-benar kompleks. Oleh karena itu, sesuai judul tulisan ini beserta penjelasan sebelumnya, maka ditekankan bahwa tulisan ini hanya fokus pada satu kasus khusus dari kisah penciptaan yang ditulis oleh Musa, yaitu tentang urutan penciptaan terang atau cahaya dan matahari beserta benda-benda penerang lainnya.]