Tulisan ini sebenarnya bertujuan untuk merevisi artikel sebelumnya yang berjudul Pintu Masuk Heisenberg ke Dunia Matriks. Namun, setelah merevisinya, saya menyadari bahwa tulisan ini nyaris berubah total dari aslinya (sekitar 90% berubah). Oleh karena itu saya mempostingnya sebagai artikel baru.
Fondasi asli dari teori kuantum yang saat ini dikenal sebagai teori kuantum lama atau teori kuantum pertama mengalami masa krisis pada tahun 1920-an. Secara teknis, teori kuantum lama adalah perpanjangan dari mekanika klasik, yang berarti bahwa setiap masalah pada peristiwa atom diselesaikan dengan menggunakan pola atau gambaran dari mekanika klasik, dengan satu penyesuaian bahwa lintasan partikel klasik yang kontinu diganti dengan lintasan diskrit (bergantung pada kelipatan bilangan bulat konstanta Planck). Jadi, masih belum ada persamaan yang dapat bertindak sebagai rumus umum untuk menjelaskan perilaku objek dalam skala atom seperti halnya persamaan gerak Newton dalam mekanika klasik. Hal ini mengakibatkan perkembangan teori kuantum lama menemui jalan buntu dan gagal dalam menjelaskan beberapa masalah empiris yang mulai berkembang, seperti spektrum atom helium, efek Zeeman dan lain-lain.
Pada akhirnya, situasi ini mulai mengarahkan fisikawan untuk mengembangkan teori-teori mereka dengan asumsi-asumsi yang aneh. Seperti yang dilakukan Niels Bohr, Hendrik Kramers dan John C. Slater di tahun 1924 yang mengusulkan agar dalam peristiwa atom, hukum kekekalan energi dan momentum diganti dengan konsep kekekalan yang muncul sebagai hasil dari rata-rata statistik. Usulan Bohr-Kramers-Slater (BKS) ini sangat ditentang oleh Einstein, dan kemudian diruntuhkan oleh hasil eksperimen pada awal tahun 1925. Proposal BKS menjadi salah satu bukti dari gejala tumbuhnya keputusasaan dari fisikawan yang bergelut dengan masalah kuantum saat itu. Jelas bahwa teori kuantum baru (mekanika atom) sangat diperlukan pada titik ini. Sebuah teori yang harus dibangun dari bawah menggunakan seperangkat prinsip baru yang tidak bergantung pada gambaran klasik, dan dapat mengkaji perilaku partikel secara umum seperti halnya persamaan gerak Newton dalam mekanika klasik. [note: mekanika atom adalah sinonim dari mekanika kuantum].
Usaha yang brilian datang dari seorang fisikawan Jerman bernama Werner Karl Heisenberg. Heisenberg mengusulkan agar keinginan untuk mengamati parameter dari interior atom yang sampai sekarang tidak dapat diamati seperti posisi, orbit dan periode elektron harus dibuang jauh-jauh. Sebaliknya, menurut Heisenberg, akan lebih masuk akal untuk membangun sebuah teori baru yang hanya menggunakan hubungan antara kuantitas-kuantitas fisis yang dapat diamati melalui eksperimen. Dalam teori kuantum lama, oleh para fisikawan struktur atom diasumsikan sebagai tata surya mini yang mana elektronnya bergerak mengelilingi inti atom seperti halnya planet mengelilingi matahari. Jadi, dalam teori ini gerakan partikel diasumsikan dengan gambaran klasik. Hanya saja, perhitungan lintasan orbitnya ditambahkan faktor kelipatan bilangan bulat dari konstanta Planck. Heisenberg tidak puas dengan pendekatan ini. Gunakan atom hidrogen, atom dengan struktur paling sederhana yang hanya memiliki satu elektron, sebagai contoh. Meskipun atom hidrogen hanya memiliki satu elektron, menurut Heisenberg, kita tidak bisa melakukan eksperimen apapun untuk menentukan apakah dalam keadaan stabil elektron tersebut berada di posisi sebelah kiri, atau berada di sebelah kanan dari inti atom, atau di posisi lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan kasus orbit planet terhadap matahari yang mana posisi dan lintasannya dapat kita amati dan hitung melalui sebuah observasi.
Sebelumnya, Niels Bohr sudah membangun model atom yang cukup berhasil mendeskripsikan emisi spektrum atom Hidrogen. Namun, model ini gagal mendeskripsikan atom dengan jumlah elektron lebih dari satu dan juga masih kurang lengkap menjelaskan fenomena garis-garis spektrum atom hidrogen secara menyeluruh. Meskipun begitu, model atom Bohr memperkenalkan beberapa parameter penting yaitu lintasan atau orbit elektron, periode elektron, dan lompatan kuantum (quantum jump atau yang lebih sering disebut quantum leap). Lompatan kuantum adalah peristiwa transisi elektron dari satu keadaan stasioner (stabil) ke keadaan stasioner yang lain. Jika elektron melompat dari satu keadaan stasioner ke keadaan stasioner yang lebih dekat ke inti atom, maka elektron (atom) akan memancarkan energi. Sebaliknya, jika lompatannya menjauhi inti atom maka elektron (atom) akan menyerap energi. Proses mengemisikan atau menyerap energi ini dimanifestasikan dalam garis-garis spektrum.
Menurut Heisenberg, kita tidak perlu pusing membuat asumsi tentang konsep lintasan atau orbit elektron dan periode orbital elektron, karena parameter-parameter tersebut berada dalam interior atom yang tidak bisa kita amati melalui eksperimen. Sebaliknya, yang tersisa yang boleh dipertimbangkan adalah lompatan kuantum, karena lompatan kuantum dapat diamati melalui garis-garis spektrum cahaya yang tampak. [Lompatan kuantum atau keadaan transisi akan terjadi jika atom berinteraksi dengan sesuatu dari luar dirinya sendiri, atau dengan kata lain terjadi ketika atom mengalami gangguan dari luar sistem].
Jika parameter yang diamati adalah garis-garis spektrum cahaya maka kuantitas-kuantitas fisik yang dapat dihitung atau diukur adalah frekuensi dan amplitudo dari garis-garis spektrum tersebut. Dalam kasus ini, frekuensi yang diperoleh dari pengukuran adalah frekuensi transisi dan amplitudo yang dihitung juga adalah amplitudo transisi. Dengan menggunakan nilai frekuensi transisi dan amplitudo transisi, ditambah dengan beberapa konstanta seperti kecepatan cahaya, maka bisa diperoleh nilai dari kuantitas-kuantitas transisi yang lain seperti panjang gelombang, energi, intensitas, dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa dalam mekanika klasik, jika suatu sistem berada dalam suatu keadaan yang disebut keadaan n, maka frekuensi yang terukur dari sistem tersebut akan disebut frekuensi n. Sedangkan dalam peristiwa atom (kuantum), jika atom berada dalam suatu keadaan misalnya keadaan n, maka tidak bisa secara langsung disimpulkan bahwa sistem kuantum dalam keadaan n tersebut memiliki frekuensi n. Hal ini disebabkan oleh karena dalam teori kuantum jika atom berada dalam satu keadaan misalnya keadaan n, maka atom dikatakan berada dalam keadaan stabil. Karena dalam keadaan stabil maka atom tidak menyerap atau memancarkan energi sehingga tidak ada garis spektral yang dapat diukur. Karena tidak ada garis spektral yang terukur maka tidak ada istilah frekuensi n seperti dalam mekanika klasik. Jadi, dalam teori kuantum, atom hanya memiliki frekuensi transisi. Misalnya, jika atom bertransisi dari keadaan n ke keadaan m maka frekuensinya akan disebut frekuensi n-m. Dalam teori atom Heisenberg, keadaan transisi ini disebut keadaan kuantum atau quantum state, yaitu keadaan yang memuat sebaran kuantitas nilai yang mungkin (probabilitas) dari parameter fisik sistem yang teramati, seperti; frekuensi, energi, posisi, dan momentum, selama atom mengalami transisi. Dalam bahasa lain, keadaan kuantum adalah keadaan yang memuat probabilitas informasi kuantum ketika atom atau elektron mengalami lompatan kuantum.
Dalam memformulasikan teori kuantumnya dengan cara ini (hanya mengandalkan kuantitas nilai dari parameter yang dapat diamati), Heisenberg telah membangun sebuah model yang agak abstrak yang terdiri dari deretan bilangan tak terbatas yang ditandai dengan sebuah frekuensi dan amplitudo. Dalam ilmu matematika, deretan bilangan ini disebut sebagai deret Fourier. Heisenberg mengidentifikasi setiap suku dalam deret Fourier dengan lompatan kuantum dari beberapa keadaan stasioner yang dicirikan dengan bilangan kuantum n ke keadaan stasioner yang lain yang dicirikan oleh bilangan kuantum n-α. Notasi α dapat diganti dengan bilangan 1,2,3,…,dst tergantung ke tingkat energi mana elektron melompat. Contohnya, jika keadaan awal elektron adalah n dan elektron melompat tepat 1 ‘level’ menjauhi elektron, maka keadaan atom setelah lompatan kuantum disebut keadaan n-1. Apabila elektron melompat menjauh lagi ke tingkat selanjutnya maka disebut keadaan n-2 dan seterusnya.
Hasil dari pendefinisian lompatan kuantum dengan penulisan di atas membuat Heisenberg memiliki daftar tabel tak terbatas dari simbol atau suku dalam deret Fourier yang disusun dalam kolom dan baris, yang mana setiap suku mewakili transisi kuantum dari beberapa keadaan awal ke keadaan akhir. Heisenberg kemudian berasumsi bahwa dia dapat menghitung intensitas garis spektral yang dihasilkan dengan mengkuadratkan amplitudo. Dalam kasus lompatan kuantum dari keadaan n ke keadaan n-2 misalnya, ia merasa perlu untuk mengalikan amplitudo untuk lompatan n ke n-1 dengan lompatan kuantum dari n-1 ke n-2. Secara umum, ia menghitung intensitas dari garis spektral yang dihasilkan dari setiap lompatan kuantum sebagai jumlah produk dari amplitudo untuk semua lompatan yang mungkin.