Ini bukan tulisan serius, saya ingin mengungkapkan sesuatu yang bersumber dari dalam hati saya, sekalipun yang terdalam (curhat). Mungkin, ini bisa menjadi contoh siapapun yang belum menyadarinya. Tepat mengenai kedewasaan saya, saya beranjak dewasa, bukan hanya fisik, melainkan mental dan sikap saya yang semakin dewasa. Artinya, saya tidak ragu lagi kekuatan takdir, apapun yang terjadi kedepan, itu akan saya terima dengan senang hati. Menurut saya, itulah arti kedewasaan dalam perspektif terbuka.
Berkaitan dengan pertandingan-pertandingan olahraga atau apapun yang sifatnya kompetitif, kita semua tahu disana pasti ada kemenangan dan kekalahan. Bagi yang merasakan kegembiraan berarti mereka mendapatkan hasil yang terbaik, atau kemenangan. Bagi yang merasakan kegundahan, berarti mereka mendapatkan hasil yang tidak memuaskan, atau kekalahan.
Kekalahan, bagi saya menyakitkan. Apalagi kontroversial.
Itulah umumnya manusia, termasuk saya. Mengapa setiap kompetisi selalu kemenangan yang dicari? Saya beranggapan, kemenangan mutlak hanya didapat ketika saya menerima dengan ikhlas kekalahan itu sendiri. Dengan kata lain, apapun takdir yang menentukan saya menang atau kalah, seharusnya saya tidak sakit hati. Walaupun, persiapan saya sudah semaksimal mungkin. Inilah bentuk kedewasaan saya.
Menerima setiap keputusan-keputusan sang pengadil. Ketika saya kalah, dan orang lain menganggap tidak wajar, disinilah hati saya tergerak bahwa kontroversi bukanlah ketidak-seimbangan keadilan, justru kontroversi yang berpihak pada Si Menang adalah keadilan yang sebenarnya. Adil, ternyata saya harus berusaha lebih keras lagi, berusaha mencari perhatian Tuhan. Tidak akan ada keadilan jika kita tidak pernah merasakan kekalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H