Lihat ke Halaman Asli

Ricky Donny Lamhot Marpaung

Your Future Constitutional Judge

Kursi Menteri Milik Siapa?

Diperbarui: 7 November 2019   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepekan ini kita menikmati sepak terjang politik yang sangat dipenuhi beragam diskursus politik dimana kita melihat pelantikan Presiden, Ir. Joko Widodo dan Wakil Presiden, K.H. Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024. Belum lagi wacana pengumuman menteri yang sehari setelahnya akan diumumkan siapa saja yang menjadi menteri kabinet kerja jilid dua. 

Ini menjadi sebuah dialektika besar bahwa akan mempengaruhi postur kabinet di masa lima tahun kedepan. Namun, beredar kabar bahwa partai oposisi menjadi mengerucut kepada satu partai yaitu PKS. Selebihnya, partai Gerindra dan Demokrat serta PAN yang sebelumnya menjadi oposisi merapat ke koalisi. 

Gambaran ini menjadi majemuk bahkan terbentuknya kabinet akan terlihat gemuk dalam proporsionalitas secara struktural. Kalkulasi politik harus diperhitungkan begitu matang, melihat kabinet juga akan diisi oleh sebagian kalangan profesional. 

Beredar isu bahwa komposisi tidak akan jauh dari 55 persen dari kalangan profesional dan 45 persen kalangan elite parpol. Hitung-hitungan secara statistik tidak bisa diukur didalam politik karena semuanya bisa terjadi begitu saja menjelang pelantikan menteri.

Menurut John Rawls (1971) dalam karyanya yang berjudul "A Theory of Justice" adalah pendekatan yang bersifat rational choice atau pendekatan yang pemikirannya memuat argumentasi kepada nilai-nilai seperti keadilan, persamaan hak, dan moralitas yang dimana sifat manusia perlu diperhitungkan dan dikembangkan. 

Dengan kata lain, pendekatan ini harus diterapkan berdasarkan asas kepentingan umum. Rakyat dalam lininya harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan siapa saja menteri yang akan dipilih meskipun kebijakan akan tetap berada ditangan Presiden dan suara koalisi partai. Mengingat konsep Pancasila sila keempat tertuang bahwa rakyat yang dipimpin dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Artinya, rakyat punya ikut andil dan peran merumuskan siapa saja yang menjadi menteri berdasarkan pilihan masyarakat secara transparan dan metodis. 

Oleh sebab itu, Presiden melalui hak prerogatifnya perlu memikiran masalah kesejahteraan dan keadilan masyarakat secara luas. Menteri harus menjadi wakil rakyat dalam hal penerapan kebijakan. Yang dimaksud wakil rakyat disini adalah kewenangan terhadap kebijakan haruslah mengedepankan analisis dan fakta bukan hanya kepentingan berbau politis. 

Hal ini mengacu kepada konsep trias politica dimana kebijakan saling merangkul satu sama lain baik itu di kewenangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang mengakomodir kepentingan rakyat. Persoalannya belum ada kebijakan ini soal pemilihan menteri yang partisipan. 

Ada tiga poin yang harus diperhatikan mengenai kursi menteri terkait kebijakan yang partisipatif. Pertama, Presiden harus merangkum proses transparansi calon menteri dengan melibatkan rakyat. Kedua, kebijakan mengacu kepada proses undang-undang dimana belum tercantum. Ketiga, proses pemilihan diatur tanpa adanya dualisme jabatan yang seringkali masih terjadi.

Pro-kontra Menteri

Isu oposisi yang menjadi koalisi berhembus kencang dengan beredar kabar bahwa Prabowo akan menjadi Menteri Pertahanan. Sejumlah nama baru juga terlihat seperti Erick Thohir, Nadiem Makarim, dan Fadjroel Rachman dari kalangan profesional. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline