Lihat ke Halaman Asli

Ricky Alif

Mahasiswa Jurnalistik

Fenomena Media Alternatif Sebagai Peluang Sekaligus Ancaman Bagi Jurnalis

Diperbarui: 10 Januari 2024   20:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Shutterstock]

Kemunculan media-media baru sebagai peralihan dari media konvensional tak lepas dari derasnya arus internet di dunia ini. Salah satu akibat yang dihasilkan dari hadirnya new media tersebut yaitu mulai bermunculannya media alternatif terutama pada kanal sosial media Instagram.

Media alternatif sendiri merupakan bentuk media yang berbeda dari bentuk media yang dominan dari segi konten, cara produksi, ataupun cara distribusi mereka. Hingga saat ini, bentuk dari media alternatif semakin kompleks dan jangkauannya semakin meluas. Bahkan, dari segi pengimplementasiannya, media alternatif tak hanya sebagai pemberi informasi saja, akan tetapi sebagai media hiburan hingga wadah interaksi masyarakat terlebih gen Z.

Media alternatif yang berkembang dan semakin menjamur di Indonesia sendiri yakni media alternatif pop culture. Media alternatif tersebut biasanya membahas tentang hiburan atau fenomena-fenomena menarik yang terjadi dan dikemas secara ringan. Beberapa contoh media alternatif pop culture di Indonesia antara lain Folkative, USS Feeds, Clabsocial, Volix dan masih banyak lagi.

Berdasarkan laporan tahunan Reuters Institute for the Study of Journalism, anak-anak muda lebih suka mengakses berita melalui media sosial dibanding platform lainnya. Hal tersebut juga mempengaruhi masifnya perkembangan media alternatif pop culture saat ini. Padahal pada praktiknya, alih-alih mengkaji satu topik dengan lengkap dan komprehensif, media alternatif ini mengangkat topik secara snackable content dengan hanya memasang headline dalam satu kalimat ditambah dengan caption yang singkat.

Namun, fenomena tersebut bisa dianggap sebagai hal yang wajar karena berdasarkan survei hasil program analytic fellowship Maverick Indonesia (2022) yang dikutip oleh beberapa media, menunjukkan bahwa gen Z lebih menyukai narasi dengan visual dan teks pendek. 

Hal tersebut juga menjelaskan hasil survei selanjutnya dari sumber yang sama bahwa Folkative sebagai media alternatif pop culture berada di urutan atas sebagai media yang paling disukai (40%) gen Z mengalahkan portal berita online CNN Indonesia (37%) dan Detik.com (31%). Media alternatif lainnya yakni USS Feeds (27%) menempati posisi keempat, mengalahkan Kompas.com (23%) pada urutan kelima.

Berbicara mengenai penyampaian suatu informasi melalui sebuah media, tentu harus selalu dikaitkan dengan bidang kejurnalistikan. Hal tersebut dilakukan guna informasi yang disampaikan tepat, akurat, serta terhindar dari berita bohong atau hoaks.

Pada Kode Etik Jurnalistik pasal 3 menyebutkan bahwa wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Namun pada praktiknya, jarang sekali sang penulis berita atau yang lebih dikenal sebagai copywriter menguji kembali informasi yang didapat.

Pernyataan di atas didasari atas pengalaman penulis yang pernah bekerja di salah satu media alternatif pop culture yang berlokasi di Jakarta. Dalam pengalamannya bekerja, mekanisme pekerjaan di media alternatif tersebut mengharuskan penulis menyebarkan informasi secara cepat dan mengesampingkan kebenaran berita yang akan dipublikasikan. 

Selain itu, berdasarkan pengalaman penulis, media alternatif tidak memiliki ketentuan tegas mengenai sumber rujukan informasi. Sumber informasi biasanya diambil dari beberapa media mainstream tanpa memprioritaskan media-media yang memiliki kredibilitas tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline