Pemilu tahun ini diwarnai adanya pro-kontra penolakan terhadap caleg mantan koruptor. Awalnya terdapat empat parpol yang menyatakan menolak untuk mencalonkan eks koruptor sebagai calegnya, namun seiring proses akhirnya hanya tersisa dua partai yang bertahan yakni NasDem dan PSI. PSI notabene partai baru dengan wajah-wajah yang tergolong baru dalam dunia politik, wajar jika tidak mengusung caleg yang eks koruptor. Sementara NasDem yang hampir berumur 8 tahun bisa mempertahankan komitmennya dalam pemberantasan korupsi dengan tidak memberi ampun bagi kadernya yang terlibat korupsi, apalagi sampai mencalonkannya menjadi wakil rakyat.
Mungkin tidak semua orang sependapat, malah justru mempertanyakan apa urgensinya sampai-sampai serepot itu melarang eks koruptor untuk nyaleg, toh itu hak politiknya. Tapi bagi NasDem ini salah satu langkah yang bisa diambil untuk memutus lingkaran setan korupsi, terutama bagi kader-kadernya. NasDem beranggapan jika yang moralitasnya dipertanyakan tidak pantas untuk duduk di bangku parlemen, karna jika sumpah jabatannya aja dia khianati bagaimana dia memperjuangkan aspirasi rakyat?
Bagaimanapun sekecil apapun nominalnya, korupsi tetap saja kejahatan yang tidak bisa ditoleransi. Bagaimana bisa orang yang dipercaya untuk mewakili dan memperjuangkan aspirasi rakyat, justru sibuk memperkaya dirinya sendiri dan membiarkan rakyatnya hidup kesusahan? Bagaimana bisa mereka yang sudah menimbulkan kerugian bagi negara dengan tanpa tau malu mencalonkan diri lagi di parlemen? Apa yang melatarbelakanginya?
Dan mengapa masih banyak partai yang bersedia menjadi kendaraan politik mereka-mereka yang pernah berbuat curang? Tidakkah hal itu sangat janggal, apakah mereka tidak mau memerangi budaya korupsi yang sudah menjadi penyakit kronis negeri ini? Ataukah mereka justru ingin budaya itu lestari? Siapa yang tau.
Melihat fenomena ini KPU mengambil kebijakan untuk mengumumkan caleg yang berpredikat sebagai eks koruptor. Harapannya agar langkah ini menjadi pendidikan politik yang baik bagi rakyat, agar rakyat dapat mengetahui seperti apa calon wakil mereka dan menentukan sikap, apakah akan memilih mereka atau tidak. Kebijakan KPU ini pun didukung oleh KPK, dengan harapan langkah ini dapat memberikan gambaran ke rakyat dan upaya awal mencegah korupsi. KPK pun menghimbau agar rakyat tidak memilih caleg yang merupakan mantan koruptor karena mereka yang memanfaatkan kedudukan demi keuntungan pribadi tidak layak dipilih sebagai wakil.
Sebenarnya upaya untuk mencegah dan memberantas korupsi ini sejalan dengan apa yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi. Bagaimana tidak, selama masa jabatannya beliau dengan tegas menunjukkan dukungannya terhadap pemberantasan korupsi. Tidak hanya itu, beliau membuat aturan dan pengawasan ketat untuk meminimalisir terjadinya korupsi di pemerintahannya, termasuk dalam proyek-proyek besar yang dijalankan. Tujuannya hanya satu, Indonesia bisa maju dengan terlepas dari cengkraman korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H