Lihat ke Halaman Asli

Kebohongan Publik Sang Gubernur

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Serahkan pada Ahlinya!!

Itulah jargon kampanya sang Gubernur. Suatu jargon yang sangat menyentuh dan memberikan harapan penuh kepada masyarakat pemilih pada Pemilukada DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu.

Harapan akan adanya transportasi massal dan penanggulangan banjir tentu menjadi hal yang krusial dan terpenting terhadap pemerintah yang akan dipilih. Namun harapan itu pupus ketika beliau ngeles bahwa beliau bukan ahli segalanya. Hal ini tentu sangat disayangkan, karena kalau sudah mengklaim diri sendiri sebagai ahli, beliau pasti sudah tau bahwa yang paling diharapkan masyarakat adalah Ahli dalam mengatasi kemacetan dan banjir.

Masalah ini sudah menjadi masalah klasik dan tetap akan menjadi masalah klasik Jakarta, jika sang Ahli masih memimpin ibukota Republik ini dengan cara yang sama.

Kebohongan Publik

Kebohongan publik adalah suatu terminologi yang dipakai terhadap seseorang atau suatu institusi/badan dalam kredibilitasnya sebagai public figure menyelaraskan antara komunikasi yang disuarakan dengan tindakan yang dilakukan. Perbuatan tentu dapat juga disamakan dengan fakta yang ada dilapangan. Jika kita menganalogikan sang Gubernur yang mengaku-ngaku sebagai Ahlinya dan di sisi lain menyangkal dan memberikan seribu alasan bahwa beliau bukan ahli segalanya (Metro TV dalam acara "Mata Najwa") tentu mengakibatkan kredibilitas sebagai pemimpin jatuh dan hancur berantakan.

Masalah utamanya adalah, ketika ketahuan bahwa beliau bukan Ahlinya, dan masih tidak malu dan ngoceh sana ngoceh sini untuk menutupi kebohongannya pada waktu kampanye. Saya pribadi berpendapat, orang yang seperti itu seharusnya bisa dipidanakan karena unsur-unsur Penipuan seperti yang tercantum dalam Pasal 378 KUHP sudah terpenuhi.

Pemidanaan terhadap pemimpin harusnya dilakukan agar setiap calon pemimpin, tidak hanya Gubernur, tetapi juga calon Presiden, atau calon pemimpin publik lainnya, dibebani sanksi yang berat untuk bisa menjadi pengemban amanat rakyat. Jika pemimpin dianggap berbohong, seharusnya dihukum berat. Karena pemimpin di Republik ini, sepertinya sudah "putus urat malu" karena meskipun sudah ketahuan berbohong, masih saja ngeles. Sehingga hukuman pidana menjadi satu hal yang efektif bagi pembohong-pembohong publik.

Pengadilan Rakyat yang elegan

Ketika pemidanaan tidak dapat dilaksanakan karena memang tidak ada yang berani, seharusnya diadakan suatu pengadilan rakyat. Pengadilan yang tidak memerlukan suatu formalitas hukum yang kaku dan langsung to the point membuat hal ini cukup efektif untuk "paling tidak" membuat malu pemimpin yang "sudah putus urat malu" nya.

Saya sangat mendukung setiap setahun sekali diadakan Pengadilan Rakyat yang elegan terhadap Gubernur, yaitu dengan cara seluruh media mengundang Gubernur atau pemimpin publik untuk diinterview. Melakukan diskusi ilmiah dengan mengundang para Ahli yang sebenarnya dan dihadapkan dengan Gubernur yang mengaku-ngaku sebagai Ahli. Mari berdebat dengan elegan, melalui media televisi, radio, surat kabar maupun media lainnya. Didalam perdebatan itu akan menjadi kesempatan untuk mengakui segala kesalahan dan ketidakmampuan, dan bukan untuk ngeles menangkis segala pertanyaan. Karena memang manusiawi kalau ada kesalahan. Karena menurut saya, pengakuan terhadap kesalahan merupakan titik balik dari perbaikan dari segalanya. Jika kita tidak mau mengakui kesalahan, maka jangan harap ada perbaikan yang akan kita lakukan. Sehingga pada akhirnya, jika Gubernur tidak pernah mengakui kebohongannya, saya yakin Jakarta akan selalu seperti ini dan akan tetap seperti ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline