Lihat ke Halaman Asli

Ricko Blues

above us only sky

Pesan Natal dari Supir Taksi

Diperbarui: 27 Desember 2022   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya tiba di bandara El Tari Kupang, sehari sebelum perayaan natal. Kota yang indah itu menyambut kedatangan pesawat jenis ATR Wings Air dengan cuaca yang cerah dan bersahabat. Setelah setahun tak pernah balik ke kampung halaman. Rasanya ini suasana yang tepat untuk  merayakan pesta natal bersama orangtua dan adik-adik.

Untuk sampai ke rumah, saya memesan taksi bandara. Perempuan muda yang bertugas di loket memberikan saya sepotong karcis bertuliskan A38, sembari mengumumkan lewat corong mikropon, “Taksi A38, A38, A38.”

Saya memperhatikan sederet mobil taksi berwarna putih mendekat ke arah loket untuk menjemput penumpang. Taksi bernomor A38 ada di barisan belakang. Perlahan dia mendekat. Saya pun langsung menghampirinya. Seorang pria tua, berbadan gemuk dan kulit hitam manis,  melempar senyum ramah dan mempersilakan saya duduk di bangku depan, persis di sampingnya.

“Ke Jalan Thamrin, Oepoi, Om,” kata saya menarik napas, agak lega karena sudah tiba di kota ini.

Dia langsung tancap gas. “Oke, Jalan Thamrin.”

“Sudah lama jadi supir taksi bandara, Om?” saya memulai basa basi, hal yang biasa saya lakukan jika bertemu orang baru, juga sekadar ingin mengisi sekitar 15 menit perjalanan dari bandara ke rumah saya.

“Sudah lama sekali, bertahun-tahun,” sambungnya tertawa, seolah dia anggap itu pertanyaan omong kosong yang tidak perlu. Namun, dia tampak mulai antusias bercerita sepintas tentang taksi bandara. Jumlahnya ada 52 unit. Sehari dia bisa melayani lima sampai enam kali antar jemput penumpang. Dia bekerja dari pagi, dan kadang baru pulang jam sembilan malam.

Di sepanjang jalan, kami berdua sama sama memperhatikan kesibukan orang-orang menjelang hari raya natal. Toko-toko tampak ramai, hiasan pernak pernik natal ada di mana-mana, tapi yang paling menyita perhatian kami adalah lapak-lapak jualan daging babi.

“Di sepanjang jalan sampai jembatan Liliba, orang jual daging babi pung banyak,” ucapnya dengan dialek Melayu Kupang, tapi lidahnya masih kental dengan aksen Kefa atau Soe.

Warga Kota Kupang memang terkenal sebagai pemakan daging babi tulen. Hampir di sepanjang jalanan kota, para penjual nasi babi bertebaran. Ada daging babi yang diasapkan atau daging Se’i, ada daging babi tore, babi kecap, babi bakar dan babi panggang. Intinya, kota ini begitu ramah dengan para penikmat daging babi. Jadi, wajar saja jika permintaan daging babi meningkat sebelum hari raya natal.

Kami mengambil jalan pintas, melewati gang-gang kecil dari Penfui, Liliba sampai Oebufu, untuk menghindari kemacetan di ruas jalan utama menuju Jembatan Liliba.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline