Pak aku masih cengen... masih tiba-tiba nangis kalo inget bapak.
Kira-kira begitulab yang ingin aku sampaikan kepada almarhum bapakku kalau ia mendengarku dialam sana. Aku masih rapuh masih bingung mau bagaimana. Pikiranku kosong padahal waktu ujian tengah semester tinggal menghitung hari tapi pikiranku tetap kosong dan aku masih kebingungan tidak tentu arah mau kemana.
Pak.... aku tau mungkin ini jalan yang terbaik bagimu dari Allah. Namun ada sedikit yang kusesalkan dan menyesakkan dadaku. Kenapa aku belum mampu menjadi anak yang birul walidain. Aku merasa gagal menjadi anakmu.
Karena disaat masa sakitmu aku belum mampu memberikan yang terbaik untuk kesembuhanmu, walaupun aku sangat ingin memberikan fasilitas terbaik untuk membatu kesembuhanmu, bahkan aku berencana membelikanmu kacamata dua minggu sebelum kepergianmu
Namun ternyata rencanaku sudah ada yang mendahuluinya tanpa berucap apa-apa namu apalah daya engkau haru aku ikhlaskan tanpa raungan tangisan yang berlebihan karena aku yakin bapakpun juga tak ingin aku menangis meraung-raung berlebihan.
Jasadmu sudah di alam baka namu engkau masih hidup seperti sediakala dalam hati dan ingatanku. kenangan tentanmu seoalah seperti bungan-bungan yang bermekaran dibawah sinar matahari pagi ditemani oleh kupu-kupu yang hinggap di atas bunga-bunga yang sudah mekar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H