saat ini mengenai salah satu kerugian yang timbul karena wabah virus covid-19 banyak membuat kerugian dari segala sektor ini, tak hanya itu sektor pada kesehatan yang saat ini membutuhkan penanganan yang cukup sangat serius. begitupun pada sektor ekonomi yang dimana menjadi tujuan pemerintah dalam memerangi wabah virus Covid-19 di indonesia. menjadi alasan yang kuat bagi para Pemerintah untuk menghadapi masalah yang muncul dari berbagai sektor. terutama dalam meningkatkan kualitas kesehatan di indonesia serta perlindungan lajunya ekonomi diindonesia. tidak sedikit pula yang menjadi sandaran bagi para kalangan pekerja untuk mengadu nasib kepada pemerintah akibat pesatnya penurunan perekonomian yang menjadi banyak alasan bagi para pengusaha untuk melakukan pemberhentian kerja secara mendadak serta merumahkan para pekerja. saat ini bukan hanya para pekerja yang menjadi sasaran empuk bagi pengusaha untuk menutupi kerugian yang didapat akibat maraknya wabah virus Covid ini. Dampak pada virus ini menjadi sangat serius dikalangan elite maupun non-elite. wabah virus yang tidak mengenal akan suatu usia, serta tidak mengenal sama sekali kalangan dari berbagai kasta. kasta yang dimaksud para Elit petinggi di negara, Pemerintahan, Pengusaha, Pasar modal sampai kepada UMKM dan berujung kepada para Pekerja/Buruh. Dampak yang ditinggalkan terjadinya pada pemerataan, yang dimaksud pemeretaan yaitu Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada terkecualian serta tanpa diskriminasi apapun. Dalam konstitusi Indonesia dengan tegas memberikan jaminan adanya persamaan kedudukan. yang dicantumkan pada pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang menjelaskan begitu bermakna, yang biasa disebut sebagai Equality before the law.
Pengaruh ekonomi bukan hanya terjadi di beberapa kota hingga desa terlibat akan dampak dari covid-19 ini. maka dari itu untuk menjadikan perlindungan hukum yang kuat bagi pemerintah kepada pengusaha, UMKM, serta pada para pekerja. secara pemikiran awam pasti para pekerja menjadi mengalami kerugian yang signifikan. Untuk itu agar ada keseimbangan bahwa Pengusaha dan Para pekerja mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum atau Equality before the law. Pada terjadi Wabah virus Covid-19 ini Pemerintah menyerukan agar Para Pengusaha tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para pekerja. ada beberapa Perusahaan melakukan sistem merumahkan para pekerja dalam waktu yang tidak diketahui. maka dari itu pula pemerintah mengeluarkan KEPUTUSAN PRESIDEN No. 12 Tahun 2020 yang mengkategorikan Wabah Covid-19 merupakan Bencana Nasional yang bersifat Non Alam, sehingga atas dasar tersebut pemerintah membuat kebijakan pembatasan aktifivas masyarakat. karena adanya seruan dari pemerintah atas wabah covid-19 maka perusahaan menerapkan pembatasan aktivitas di dalam kegiatan usaha, serta menjadi penurunan Penjualan maupun pendapat. sehingga banyak diantaranya tidak mampu membayar kewajiban hutang kepada kreditur maka secara terpaksa banyak perusahaan dalam posisi debitur yang diantaranya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak maupun tidak, dan ada beberapa perusahaan ada yang melakukan merumahkan para pekerja atau para pekerja di rumah kan dan tidak di gaji dengan ketentutan waktu yang masih belum diketahui. akibatnya para pekerja banyak yang melakukan seruan mengajukan pailit kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK. begitupun para penguaha yang tidak ingin perusahaan yang didirikan mengalami kepailitan. saat ini para pengusaha banyak yang perusahaan menjadikan Force Majeure atau keadaan memaksa (overmacth) sebagai alasan Hukum yang kuat untuk melindunginya.
Force Majeure atau keadaan memaksa (overmacht) adalah keadaan di mana debitur gagal menjalankan kewajibannya pada pihak kreditur dikarenakan kejadian yang berada di luar kuasa pihak yang bersangkutan, misalnya karena gempa bumi, tanah longsor, epidemik, kerusuhan, perang, dan sebagainya. Istilah ini juga dikenal sebagai keadaan kahar dalam bahasa Indonesia. lalu apakah wabah virus covid-19 ini dapat digunakan sebagai alasan bagi para pengusaha untuk melindungi perusahaannya ?
pendapat hukum (legal opinion):
1. Dengan adanya Ketentuan untuk mencegah penularan wabah Virus Covid 19 didasarkan pada Keputusan Presiden No 12 Tahun 2020 Menyatakan bencana non alam yang diakibatkan oleh penyebaran Corona Vints Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana nasional. Penanggulangan bencana nasional yang diakibatkan oleh penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2O2O Tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2O2O Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) melalui sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, Gubernur, bupati, dan walikota sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan. Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) di daerah, dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing harus memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat. maka dari itu pemerintah mengakategorikan Wabah Virus Covid-19 sebagai bencana nasional yang bersifat non alam, sehingga atas dasar tersebut pemerintah membuat kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat.
2. Force majeure dlm sudut pandang hukum perdata 1245 KUH perdata adalah keadaan yang menyulitkan debitur untuk melaksanakan kontrak (perjanjian), dalam ilmu hukum dikenal ada dua sifat yakni:
1. Force majeur bersifat mutlak misalnya karena alam yang memusnahkan merupakan sifat yang umum.
2. Force majeur bersifat relatif karena keadaan non alam menjadikan Force Majeur merupakan sifat yang khusus.
Dengan adanya hukum yang mutlak tentang force majeure atau keadaan memaksa (overmacth) yang menjadikan alasan untuk para pengusaha menjadinya sebagai tameng pelindung untuk perusahaan yang mengalami kerugian secara besar-besaran hingga adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tetapi perusahaan juga harus melihat bahwa adanya kebijakan Pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID 19). Perusahaan Khusus nya harus mengetahui betul jika wilayah usahanya terjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Penulis memberikan contoh sebagai ilustrasi, dahulu pada Tahun 2000- an di Kalimantan terjadi perang suku antara Suku D dan Suku M. Karena dampak dari peperangan tersebut banyak perusahaan di kalimantan tutup dan tidak bisa ber-aktivitas. ada beberapa perusahaan yang menjadikan Force Majeure menjadi alasan sebagai perlindungan hukum akibat peperangan untuk membebaskan hutang kepada para kreditur agar tuntutan tidak mencederai atau terjadinya wanprestasi pada perjanjian. gambaran tersebut memiliki sifat Force Majeure atau keadaan memaksa yang bersifat khusus begitu pula Mengacu pada kondisi penanganan COVID 19 yg merupakan bencana nasional, maka COVID 19 dapat dikategorikan sebagai keadaan yang mengakibatkan kesulitan (terganggunya) aktifitas masyarakat, sehingga kondisi COVID 19 ini dapat dikategorikan Sebagai force majeure bersifat relatif, yang oleh karena itu kewajiban pelaksanaan angsuran sesuai perjanjian harusnya dilakukan penundaan sampai pada keadaan COVID berakhir dan TIDAK diperkenankan menurut hukum untuk memaksa debitur melaksanakan angsuran ditengah wabah COVID 19 ini.
semoga bermanfaat.
#WargaNegaraKelas2
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI