Tahapan pemilu 2024 kini akan memasuki babak-babak penting. 14 Pebruari 2024 sudah di depan mata. Setiap 'calon' mulai mengencangkan pilihan dan jalan strategis untuk memenangkan 'pertarungan' ini. Tim sukses tak gencar 'mengabarkan pengaruh' untuk mendekatkan 'cinta' masyarakat pada calon-calonnya. Tidak sedikit pula yang saling mencerca hingga saling membusukan nama dengan propaganda-propaganda politiknya. Media sosial menjadi sarana tak berbatas waktu untuk menggapai maksud pengaruh itu.
Salah satu hal terpenting dalam keseluruhan tahapan itu yang jarang diperhatikan adalah kecerdasan dalam menentukan pilihan. Pemilih yang cerdas mendasarkan pilihannya pada pertimbangan rasional. Pertimbangan rasional tidak melibatkan perasaan sebagai unsur yang turut terlibat dalam proses menghasilkan keputusan untuk memilih.
Selalu ada dua ciri khas dari pertimbangan rasional: luasnya cakupan pertimbangan itu dan dampak kontinuitas-suistanabel dari hasil pilihan. Pertimbangan rasional memperhatikan kepentingan yang lebih luas daripada sekedar terlarut manja oleh dorongan perasaan kelompok-isme, individualistik dan berorientasi pada kebutuhan sesaat yang tidak bertahan lama karena dipengaruhi oleh kondisi sesaat. Ketika seorang pemilih tidak dikuasai oleh pertimbangan rasional melainkan oleh dorongan emosional, dia bisa saja mengerahkan seluruh kemampuan emosionalnya untuk mengekspresikan reaksinya kepada siapapun bila kepentingan pribadi dan kelompoknya dibanjiri 'serangan' dari kelompok lain. Atau, reaksi positif akan muncul terang-benderang hingga kelewatan batas ketika dirinya atau kelompoknya diuntungkan oleh situasi-kondisi tertentu atau keputusan tertentu.
Pemilih yang secara sadar dan bertanggung jawab menggunakan pertimbangan rasional tidak hanya terkerangkeng dalam kepentingan dan kebutuhan pribadi dan kelompoknya yang nampak berciri sesaat yang juga dibungkus oleh kepentingan tersembunyi. Dia akan lebih jernih melihat kepentingan dan kebutuhan yang lebih luas, kebutuhan masyarakat banyak, kebutuhan bonum communae, yang tidak terbatas pada primordial agama, ekonomi dan sosial. Dia akan bergerak lebih luas ke pinggiran jalan lain dengan meninggalkan perasaan emosional sesaat dan mengarahkan dirinya termasuk pilihannya kepada kepentingan dan kebutuhan umum demi salus populi (keselamatan masyarakat), demi cura animarum (keselamatan jiwa-jiwa).
Untuk menggapai maksud tersebut, pemilih cerdas perlu memiliki kesanggupan untuk melihat kepentingan dan kebutuhan berjangka lebih panjang dari sikap dan pilihan yang akan diambilnya. Memilih menggabungkan diri pada sebuah partai politik dan misi politikusnya haruslah dipertimbangkan sebelum partai dan calegnya itu menjadi tambatan hatinya dan bukanlah berdasarkan alasan karena pengurus partai telah menjaminnya dengan satu dua dos bir atau minuman sejenisnya atau karena pengurus partai telah mempunyai peran besar untuk 'memasukan keluarganya' sebagai salah satu honorer di sebuah instansi pemerintah. Memilih calon-calon anggota legislatif tertentu sebagai jagoannya haruslah melirik pula visi-misi dan rekam jejak-karakter sang calon. Saya kira itulah yang menjadi pertimbangannya dan bukannya karena tim sukses sang paslon telah memberinya satu dua lembar lima puluhan ribu. Pertimbangan rasional sejatinya mengalahkan pertimbangan perut-ekonomis sesaat sekaligus menempatkan kepentingan dan kebutuhan pribadi dan kelompok di atas kepentingan bersama.
Pertimbangan rasional yang dibuat secara sadar dan bertanggung jawab adalah sumbangsih para pemilih dalam menjadikan pesta besar ini sebagai pesta demokrasi yang berkualitas. Pemilu tidak hanya sekedar pesta tahunan yang menghabiskan dana miliaran rupiah melainkan sebuah kesempatan untuk mewujudkan jati diri kemanusiaan para pemilih sebagai pribadi-pribad rasional yang berbeda tingkatnya dengan makluk dari dunia hewani.
Bahwasanya, manusia-manusia rasionallah yang terlibat dalam keseluruhan tahapan pemilu itu. Pemilih cerdas tidak mudah terpancing dengan pelbagai isu dan hoax politik yang sengaja dilemparkan oleh pelbagai pihak di media-media sosial. Manusia-manusia rasional haruslah berpegang teguh pada kepentingan dan kebutuhan jangka panjang di daerah Kabupaten atau Propinsi dan Indonesia secara keseluruhan. Manusia rasional tidak mudah terjebak dalam kalkulasi kewilayahan: saya pilih calon ini karena dia satu asal dengan saya meski saya tidak terlalu kenal mereka.
Manusia rasional bergerak melebihi pencarian prestise tertentu sebab orientasinya adalah kepentingan dan kebutuhan banyak orang. Semoga saja dorongan itu tidak sampai muncul pada saat para warga bangsa ini memasuki momen penting jelang pesta demokrasi ini, hingga merasuki mereka untuk menjatuhkan pilihan pada 14 Pebruari mendatang. Mari kita sama-sama mengkawal seluruh proses pemilu kita. Setia mengkawalnya sama artinya dengan mewujudkan impian kita untuk menciptakan pemilu yang berkualitas sekaligus melahirkan pemimpin yang sungguh-sungguh berjiwa pemimpin bukan sekedar coba-coba menjadi pemimpin. Kita berharap pada pesta ini akan lahir 'wajah-wajah baru' yang sungguh bergema jiwa nasionalismenya dan bergaung impiannya akan bonum communae hingga sang calon selalu dirindukan kehadiran, cita dan sentuhan hati dan jiwanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H