Peran dan fungsi partai politik dalam sebuah sistem politik tak dapat dianggap enteng. Rekrutmen politik, agregasi kepentingan, pendidikan politik, pengatur konflik, dan lain sebagainya adalah fungsi-fungsi partai politik. Fungsi-fungsi tersebut mendongkrak posisinya sebagai infrastruktur politik yang patut diperhitungkan dalam proses-proses politik.
Dalam mengembangkan kekuatan partai politik secara organisatoris maka partai politik sesungguhnya membutuhkan ideologi. Ideologi ibarat spiritualitas partai politik yang senantiasa mengilhami dan mengarahkan setiap gerak langkah partai politik. Ideologi lazimnya adalah dasar atau fondasi partai politik.
Jika demikian adanya maka partai politik lahir disertai dengan ideologi yang membalutinya. Namun bila merujuk pada fakta politik di Indonesia, terkadang sebuah partai politik lahir tanpa persiapan ideologi yang baik dan hanya menjadi ekspresi kekuatan elit politik tertentu. Padahal ideologi sangat penting sebagai pedoman bagi tindakan partai politik dan sebagai tolok ukur bagi pemilih untuk menilai seberapa jauh partai politik merealisasi program-program politiknya.
Sejauh ini partai politik di Indonesia menganut dua ideologi yang berbeda yakni ideologi nasionalis dan ideologi Islam.
Ideologi nasionalis dikenal sebagai ideologi yang hadir paling belakang. Meskipun menyandang sebagi ideologi mutakhir namun banyak partai politik yang menganut ideologi ini untuk mendapatkan dukungan masyarakat yang pluralistik. Ideologi nasionalis dikenal sebagai paham yang mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang memiliki tujuan yang sama demi kepentingan nasional.
Penganut paham ini beranggapan bahwa sebuah negara bersumber dari kehendak rakyat. Puncak pencapaian ide politiknya adalah menghasilkan sebuah sistem politik nation-state atau negara bangsa sebagai entitas politik yang kuat dalam kehidupan umat manusia.
Ideologi Islam atau Islamisme adalah ideologi yang berkeyakinan bahwa Islam harus menjadi pedoman bagi segala segi kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, serta kehidupan pribadi. Hal ini berarti tata kelola pemeritahan pun harus berpedoman pada ajaran-ajaran Islam.
Selama ini setiap partai politik di Indonesia begitu dahsyat mengumandangkan ideologinya agar menjadi rujukan masyarakat dalam memilih. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesetiaan masyarakat pemilih terhadap partai politik tertentu dipengaruhi oleh idoelogi yang dianut oleh partai politik tersebut. Hal ini berarti ketika sebuah partai politik berkoalisi dengan partai politik yang berideologi berbeda maka di saat itu partai politik sedang berselingkuh dengan ideologi lain dan melecehkan masyarakat pemilihnya. Hal seperti ini sedang terjadi di tanah air menjelang Pemilu 2024.
Menarik dan menggelikan bila kita melihat koalisi partai politik yang saat ini sudah terbangun. Ada perselingkuhan ideologi yang terjadi di antara partai politik yang berkoalisi. Gerindra sudah menyatakan secara sah berkoalisi dengan PKB untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (Capres). Sementara itu di koalisi perubahan, Nasdem tampil sebagai pemakarsa koalisi dan melibatkan Partat Demokrat dan PKS. Sedangkan PDI Perjuangan sudah menjalin kerjasama dengan PPP untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai kandidat Capres.
Menarik dan menggelikan karena sejumlah partai politik tersebut cukup berani melanggar ideologi yang sudah dibangun dengan susah paya hanya untuk sebuah kepentingan. Gerindra yang berhaluan nasionalis harus menerima PKB yang berpaham agama Islam. PDIP yang berideologi nasionalis juga tampak mesrah dengan PPP yang Islamis, dan Nasdem yang menganut paham nasionalis bergabung dengan Demokrat yang nasionalis dan PKS yang berideologi Islam. Realitas koalisi tersebut sangat mungkin berpotensi terjadi penabrakan ideologi.