Lihat ke Halaman Asli

Richardus Beda Toulwala

Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Sikap Negara dalam Pro-Kontra Penolakan Timnas Israel

Diperbarui: 21 Maret 2023   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Selepas Indonesia ditentukan sebagai tuan rumah dalam turnamen bergengsi Piala Dunia U-20 pada tanggal 20 Mei-11 Juni 2023, dinamika protes kehadiran Timnas Israel bergeliat. Stigma Israel sebagai penjajah dianggap tidak sesuai dengan prinsip negara yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945. Salah satu referensi yang dirasionalisasikan untuk penolakan adalah ketegasan presiden pertama Indonesia, Soekarno pada kualifikasi piala dunia 1958.

Penolakan ini hampir menyentuh banyak kelompok religius, komunitas, dan bahkan partai politik. Penolakan tersebut ada aroma ancaman dan gertakan. Dan ternyata ancaman itu bukan gertakan sambal dan bukan kaleng-kaleng, misalnya PA 212 mengancam pengepungan bandara dan sebagainya.

Dasar Hukum Penolakan

Terlepas dari arogansi penolakan, sesungguhnya ada argumentasi hukum yang logis dalam penolakan. Pembukaan UUD 1945 menjelaskan bahwa segala bentuk penjajahan di muka bumi harus dihapuskan. Israel dinilai sebagai negara penjahat yang menjajah Palestina karena itu amanah konstitusi ini merupakan dasar utama penolakan Timnas Israel.

Selain itu argumentasi lain dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 tahun 2019 tentang Hubungan Luar Negeri dengan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam Bab X. Isinya kurang lebih memuat tentang tidak menerima delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi, tidak diizinkan pengibaran/penggunaan bendera, lambang dan atribut lainnya serta pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Republik Indonesia.

Sebagaimana sebelum pertandingan piala dunia, setiap tim akan mengumandangkan lagu kebangsaannya masing-masing dan tentu setiap atribut kenegaraan akan mengihiasi tribun stadion. Hal ini juga akan dilakukan di Indonesia tak terkecuali Timnas Israel. Itu artinya seremonial pertandingan itu akan menabrak konstitusi. Sejauh ini peraturan itu belum diubah.

Perlu disadari bahwa penolakan ini mayoritas berasal dari semua ormas Islam sebagaimana diutarakan oleh ketua MUI (www.cnnindonesia.com, 18 Maret 2023). Ormas-ormas yang selama ini diidentikan sebagai anti pemerintah juga memiliki argumentasi yang sama. Mungkin saja ada yang berpikir bahwa ini adalah momentum ormas garis keras mengaktualisasikan intensi politiknya. Kecurigaan ini tidak mendapatkan ruang karena menurut saya ini adalah persoalan konsistensi hukum. Bila ada yang memandangnya sebagai persoalan yang terpisah dari urusan politik, saya setuju degan pandangan itu. Karena itu kita juga harus memisahkan kelompok tersebut dari kecurigaan politik.

Dilema Negara 

Saat ini semua mata dunia tertuju pada Indonesia karena aksi penolakan. Hal ini tidak bisa dihindari karena memang turnamen ini berskala dunia yang melibatkan tim dari 5 benua. Mau tidak mau Indonesia harus mengakui labelisasi apapun dari negara luar terkait dengan penolakan. Reputasi Indonesia menjadi taruhannya.

Sebagai tuan rumah maka Indonesia wajib tunduk di bawah kesepakatan dengan FIFA. Namun sebagai negara demokrasi, negara harus menegaskan posisinya sebagai institusi yang tidak memihak kepada kelompok manapun. Oleh sebab itu selain loyal terhadap FIFA, negara juga perlu mendengarkan teriakan para penolak dan tidak membiarkan dirinya menjadi 'bulan-bulanan' kelompok penolak. Inilah letak dilema negara saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline