Lihat ke Halaman Asli

Richardus Beda Toulwala

Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Dia yang Terlupakan; Curhat Ketika Dunia Menderita

Diperbarui: 5 Mei 2020   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

(Samber 2020 Hari 9 & Samber THR)

Wabah virus corona menyertai sebuah kegelisahan yang tak bisa ditampik oleh negara mana pun di belahan bumi ini. Seperti sebuah proyek ketakutan yang diinjeksikan ke publik, begitulah wabah corona menyerang setiap sendi kehidupan manusia.

Secara manusiawi, setiap pribadi ingin berteriak, marah dan bahkan protes terhadap realitas ini. Namun itu tak mungkin menyelesaikan persoalan ini begitu saja. Semua ilmuwan dunia mencoba untuk menemukan vaksin yang tepat dan akurat terhadap penyakit ini tetapi belum ada satu pun yang berhasil menemukannya.

Kegalauan dunia ini menjadi milik setiap pribadi, yah milik kita bersama. Tak mengherankan dampak dari wabah ini menghantam kehidupan setiap pribadi. Pada klimaks, setiap orang membutuhkan partner untuk bercerita (curhat) melepaskan kegalauan dan sesak dalam dada.

Ketika dorongan dari dalam diri untuk menumpahkan semua kegalauan semakin menguat, kita malah dibatasi oleh social distance dan lock down. Pandemi covid-19 menyekati kita dan membatasi ruang sosialitas manusia. Manusia tak bisa berinteraksi dengan sesamanya.

Hal lain yang menambah esensi kesedihan meningkat adalah Ramadan. Ya, bulan suci yang selalu dijadikan sebagai momentum curhat dan 'temu kangen' bersama rumpun keluarga saat mudik telah terhenti. Menyakitkan bukan? Kepayahan ini menyiratkan seolah-olah dunia ini bakal berakhir.

Di tengah kegetiran ini, ada yang berpendapat bahwa media sosial mampu menjadi media curhat seorang dengan yang lainnya. Benarkah demikian? Bagi saya tidak, karena sesungguhnya curhat tidak hanya sekedar mendengar satu sama lain dengan telinga dan berbicara dengan mulut.

Curhat mempersyaratkan 'listening by your self'. Curhat seseorang kepada partnernya harus ditanggapi partnernya dengan seluruh diri. Artinya mata, pikiran, hati, perhatian dan seluruh diri diarahkan untuk menanggapi isi curhatnya.

Bila demikian adanya maka aktivitas curhat pada bulan Ramadan adalah hal tersulit dan bahkan sebuah ketidakmungkinan di masa pandemi covid-19. Yah, medsos tak mampu menjamin seseorang mendengar curhat orang lain dengan 'listening by your self'. Medsos tak mampu menghadirkan emosional seseorang secara face to face dan real.

Memang tak dapat dipungkiri medsos dapat memfasilitasi komunikasi jarak jauh. Pertukaran informasi dapat dilakukan melalui medsos. Curhat juga bisa dilakukan melalui medsos tetapi seperti yang saya jelaskan di atas, substansi curhat mengalami distorsi karena 'listening by your self' tak dapat dilakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline