Tahun ini bisa dikatakan menjadi tahun yang istimewa dalam hidup saya. Setelah satu bulan pernikahan, akhirnya saya dinyatakan positif hamil oleh dokter. Ketika mendengar kabar itu, ada beragam rasa yang berkecamuk dalam diri, terharu, bersyukur, dan tentunya bahagia yang sulit terlukiskan dengan kata-kata.
Tuhan Yang Maha Kasih dan tak pernah pilih kasih telah menitipkan anugerah indah ke dalam rahim saya yang tentunya harus saya jaga sebaik-baiknya. Ada debar-debar bahagia yang saya rasakan setiap harinya, karena kini ada janin yang sedang tumbuh dan berkembang dalam tubuh saya.
Menjalani hari-hari awal kehamilan memang membahagiakan, namun tentunya penuh akan perjuangan. Mulai dari lemah, lesu, morning sick setiap hari, tidak nafsu makan, pusing, tentunya sudah menjadi kebiasaan para ibu yang sedang hamil muda, termasuk juga dengan saya.
Trimester pertama memang menjadi masa-masa paling berat dalam kehamilan, itu juga yang saya rasakan. Rasa mual dan pusing setiap hari membuat saya rutinitas saya setiap hari hanya berkisar antara kamar tidur dan kamar mandi.
Apalagi saat hamil anak pertama ini, indera penciuman saya seperti memiliki kemampuan yang berlipat ganda, dimana saya menjadi tidak tahan terhadap bau-bau tertentu, seperti parfum, sabun, bahkan termasuk juga bau tubuh suami saya, mau mandi berapa kalipun, saya masih merasa tidak nyaman berada di dekat suami. Hingga akhirnya suami pun harus mengalah untuk tidur di lantai agar saya dapat tidur dengan nyaman tanpa terganggu bau-bau yang mengganggu.
Melihat suami yang harus tidur di lantai karena indera penciuman saya yang terlalu sensitif saat hamil tentunya membuat rasa bersalah dalam hati saya. Setiap hari, saya selalu minta maaf karena ia harus tidur di lantai, tapi ia selalu berhasil memberikan kalimat yang menyejukkan, “Gak apa-apa, sayang. Yang penting kamu dan dedek bayi sehat dan nyaman,” ucapnya lembut sambil tersenyum.
Suatu hari, karena melihat kondisi saya yang lemah dan tak berdaya, apalagi ketika menghadapi aroma-aroma tertentu, akhirnya suami saya berinisiatif untuk membeli minyak kayu putih untuk meredakan rasa pusing dan mual karena mencium aroma-aroma ‘aneh’ yang sebelum hamil tak pernah saya rasakan.
Dengan setia, suami saya pun mulai mengoleskan minyak kayu putih dan memijat tangan serta kepala saya, tak lupa juga, ia juga mengoleskan minyak kayu putih di bagian bawah lubang hidung agar saya tak lagi mencium aroma-aroma ‘aneh’.
Namun, ketika mencium bau minyak kayu putih yang dibeli suami, saya merasa ada yang beda dari minyak kayu putih yang biasa dibeli, baunya lebih harum dan lembut. “Itu bukan minyak kayu putih caplang, ya?”tanya saya. “Minyak kayu putih caplang kok, cuma ada wangi aromatherapynya, produk baru, yang aku beli ini wangi rose,” jawab suami.
Saya pun memperhatikan botolnya, memang ada perbedaan pada warna botol dan labelnya dari minyak kayu putih caplang yang biasa kami beli. “Wanginya enak, rasanya juga lebih hangat,” ucap saya. Suami saya tersenyum melihat saya yang terus menyesap wangi minyak kayu putih caplang aromatherapy dengan wangi rose ini.
Menebar Wangi dan Kehangatan dalam Setiap Sentuhan