Lihat ke Halaman Asli

Ricardo Siahaan

Telah menulis buku yang diterbitkan Elex Media Komputindo Jakarta dan Andi Offset Yogyakarta buku tentang desain arsitektur 2D dan 3D serta Animasi

Undangan Pertunangan

Diperbarui: 7 November 2024   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

UNDANGAN PERTUNANGAN

Awal tahun kelas 12, Dea menatap Laras dari bangkunya. Beberapa hari ini ia perhatikan Laras tiba-tiba saja bersikap menjauh darinya, dan itu terjadi setelah mereka berdua bertahun-tahun menjalin persahabatan. Setiap bunyi bel sekolah tanda mau pulang, Laras tiba-tiba saja menghilang. Perubahan yang sangat aneh menurut Dea, tak ada lagi canda dan tawa diantara mereka berdua pada setiap jam istirahat. 

Bahkan mereka berdua tak lagi sama-sama menuju pintu gerbang sekolah lalu berpisah dengan mobil jemputan masing-masing, seperti yang telah mereka berdua lakukan dalam dua tahun terakhir. Benak Dea semakin hari semakin banyak dipenuhi berbagai pertanyaan, yang dia sendiri tak dapat menjawabnya. Hanya berupa dugaan, Laras telah menyembunyikan sesuatu darinya. Hanya itu!

Dea sangat menyesalkan atas sikap Laras yang tak pernah bercerita tentang persoalan yang dihadapi. Laras hanya diam membisu, padahal biasanya Laras selalu curhat, tentang apa saja. Tapi kali ini tidak!  

Bunyi bel tiba-tiba memecah kesunyian dalam kelas. Dea mempercepat mengumpulkan buku-buku yang berserakan di atas meja sambil sekali-kali menatap Laras yang tampaknya juga seperti ingin terbang meninggalkan kelas.

Kali ini Dea tak mau diam, ia harus mengikuti Laras. Langkah kedua kakinya ia percepat, Dea ingin tahu kemana saja Laras setiap bel pulang sekolah. Mereka berbaur diantara anak-anak lain yang juga bertepatan keluar dari kelas. Namun dalam sekejap mata, Laras telah menghilang dari pengawasannya. Tak mau putus asa, Dea terus mencari laras dengan menebar tatapan ke segala arah. 

Kemudian berjalan kesana-kemari mengitari halaman sekali, meski sekali-kali ia hampir bertabrakan dengan anak-anak lain yang juga bertepatan sedang menatap kearahnya dengan tatapan penuh dengan tanda tanya. Mungkin mereka mau mengatakan agar berhenti mondar-mandir kesana-kemari.

 Tapi mereka hanya diam, tak ingin membuang-buang waktu untuk mencampuri urusan pribadi orang lain. Seperti sekarang yang sedang dilakukannya. Ingin tahu kemana saja Laras selama ini, hingga cepat-cepat menghilang dari kelas dan tidak menghiraukan dirinya lagi. Serta sudah melupakan arti persahabatan mereka yang sudah terjalin sejak dari mulai SD.

Tiba-tiba tatapannya tertuju pada arah lorong di samping sekolah yang menuju kantin. Satu-satunya lorong yang dapat meloloskan Laras dari kejarannya tadi. Untuk apa dia ke kantin? Lagi pula kantin sudah tutup. Paling yang ada cuma si Mbok yang lagi beres-beresin barang dagangan.

Dea meneruskan langkah kakinya ke arah lorong menuju kantin, hati kecilnya mengatakan pasti Laras akan ditemukan di sana. Namun tiba-tiba ia berhenti. Aku harus berhenti melakukan ini, gumamnya kemudian berbalik. Apa yang akan ia katakan nanti pada Laras, kalau ia telah dengan sengaja mengikutinya? Akhirnya Dea mengurungkan niatnya mencari Laras.

Langkah yang paling tepat adalah secepatnya pergi dari situ. Kemudian Dea bergegas mengayunkan kaki menuju pintu gerbang. Kasihan Pak Sukirman supir pribadi papanya pasti sudah terlalu lama menunggu. Gumamnya sambil menatap jarum jam arloji ditangan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline