Lihat ke Halaman Asli

Flores dan Timor Leste Jajahan Portugis, Ini Bukti Sejarahnya

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1333677671556848021

Sejarah mencatat, sebelum VOC masuk ke wilayah Nusantara, wilayah timur Nusantara (Hindia Timur) sudah lebih dahulu diduduki Portugis. Pelan tapi pasti, tentu saja harus melalui pertempuran sengit antara pendatang baru (Belanda) melawan penguasa lama (Portugis), Nusantara kemudian dikuasai Belanda dari barat merambah perlahan ke timur dan kemudian mengubah namanya menjadi Hindia Belanda.

Sengketa para penjajah itu ternyata berlangsung cukup alot. Baru pada tahun 1859 melalui Kesepakatan Lisabon, Portugis dan Belanda mengakhiri persengketaan mereka atas tanah jajahan di wilayah Hindia Timur.Portugis menyerahkan Hindia Timur kepada Belanda kecuali Tomor-Timur (sekarang Timor Leste).

Namun untuk mendapatkan kekuasaan atas Pulau Flores (Nusa Tenggara Timur) Belanda harus membayar dana tambahan kepada Portugis sebesar 80.000 Golden.

Tradisi Semana Santa

Pulau Flores sebagai bekas wilayah jajahan Portugis hingga sekarang masih menyimpan sejumlah situs sejarah yang sangat kental nuansa Portugisnya. Situs-situs itu baik dalam bentuk fisik (bangunan gereja, benteng dll), penggunaan nama-nama (faham) Portugis seperti Fernanez, Da Lopez, Da Silva dll, juga ritual tahunan keagamaaan (Katolik) yang dikenal dengan nama Semana Santa.

Dalam bahasa Portugis, Semana Santa berarti Pekan Suci atau Minggu Suci. Yaitutujuh hari yang merupakan pekan penutup 40 hari masa puasa atau mati raga yang dilakukan oleh umat Kristiani untuk mempersiapkan Paskah.Tujuh hari suci itu diawali dengan Hari Raya Pondok Daun (Minggu Palma), Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci dan berakhir Hari Minggu Paskah.

Bagi umat Katolik di NTT, Semana Santa akan terasa lebih kusuk bila dirayakan di LARANTUKA, sebuah kota kecil paling timur Pulau Flores yang terletak di kaki gunung (Ile) Mandiri. Bahkan sepuluh tahun terakhir, banyak warga Jakarta dan dari kota-kota lain di Indonesia yang datang ke Larantuka untuk merayakan Semana Santa.

Hari ini (Jumat, 6/4/2012) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu bersama rombongan serta Duta Besar Portugal untuk Indonesia Manuel Carlos Leitao Frota bersama isterinya berada di Larantuka untuk mengikuti Ziarah Jumat Agung yang kental dengan nuansa Portugis itu.

http://www.antaranews.com/berita/304883/larantuka-dipadati-peziarah-katolik

Dalam prosesi (ziarah) Jumat Agung di Larantuka hari ini,Arca Tuan Ma (Bunda Maria)dilengkapi busana perkabungan berupa sehelai mantel berwarna hitam, ungu atau beludru biru, diarak keliling Kota.

[caption id="attachment_180314" align="aligncenter" width="488" caption="http://derosaryebed.blogspot.com/2012/01/semana-santa-di-larantukaritual.html "]

13336781421242567032

[/caption] Mengapa harus Arca Tuan Ma? Karena Bunda Maria menjadi pusat perhatian utama dalam ritual ini, Bunda yang bersedih, Bunda yang berduka cita (Mater Dolorosa) karena Putera-Nya (Yesus Sang Isa Almasih) harus menanggung penderitaan hebat, disiksa, dipermalukan, disalibkan sampai matiuntuk menebus dosa umat manusia.

Sambil berarak keliling kota Para peziarah mengambil bagian dalam penderitaan Yesus dan dalam dukacita Bunda Mariasambil menaikan permohonan agar dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum).

Dalam prosesi itu, para peziarah bersama pasukan pengiring Arca Tuan Ma serta para uskup, pastor, suster dan rohaniawan lainnya menyinggahi 8 tempat perhentian (armida) yakni: (1) Armida Missericordia, (2) Armida Tuan Meninu (armida kota), (3) Armida St. Philipus, (4) Armida Tuan Trewa, (5) Armida Pantekebi, (6) Armida St. Antonius, (7) Armida Kuce dan (8) Armida Desa Lohayong.

Armida-armida itu sesuai urutannya, mau menggambarkan keseluruhan perjalanan hidup Yesus Kristus mulai dari ke-AllahNya (Missericordia), kehidupan-Nya sebagai manusiasejak bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St. Philipus) hingga masa penderitaan-Nya yang dijalani-Nya dengan penuh kesabaran, kesetiaan dan ketaatan kepada Kehendak Allah.

Ovos

Pada salah satu Armida yang terletak di bibir Pantai, para peziarah akan disuguhkan suara jernih seorang perempuan pembawa ratapan (Ovos Omnes)yang menyeruak dari kesunyian malam melantunkan ratapan dukacita Bunda Maria, Ibu Yesus.Suara ratapan itu serasa menyayat hati hingga ke bukit-bukit di seberang pantai : “Pandang dan lihatlah, adakah duka-mu seperti duka-Ku?”

Ovos mirip dengan Saeta dalam tradisi Semana Santa di Spanyol. Dalam ritualPaso (prosesi keliling kota), para peziarah akan tiba pada suatu tempat untuk mendengarkan lantunan Saeta (nyanyian yang menyayat hati). http://sosbud.kompasiana.com/2012/04/02/mengintip-prosesi-semana-santa-di-sevilla/

Saetaadalah puisi duka atau ratapan yang dinyanyikan dengan nada dan cengkok flamenco. Umumnya saeta dinyanyikan oleh seorang ibu dari atas balkon apartemen. Rombongan paso yang berarak di jalanan kota akan berhenti di depan balkon untuk mendengarkan saeta yang dinyanyikan secara live dengan suara yang kuat tanpa microfon, megafon ataupun sound system lainnya. Inilah cuplikan Saeta dimaksud :

Llevarla poquito a poco,     (Pikulah lambat-lambat) Capataz, cortito el paso (Hai Capataz, melangkahlah perlahan!) Porque se ajoga de pena, (karena kesedihan itu sangat menyesakan) Y lleva los ojos rasos (mata pun berkaca-kaca) De lágrimas como perlas. (dan mengalir airmata seperti butiran mutiara) (…) Lo bajaron del madero (diturunkan Dia dari palang kayu) Y en sábanas lo pusieron, (dan dibaringkan Dia di atas selimut) Su cuerpo descolorío, (tubuhnya yang memucat) Su madre pregunta al cielo: (Sang Bunda bertanya menengadah ke langit…)Por Qué delito ha cometío? (Kejahatan apa yang telah dilakukanNya?)

(potongan Saeta dari Francisco Moreno Galván, 1974)

[Dari berbagai sumber]

Baca juga :   

http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/04/05/semana-santa-wisata-rohani-peninggalan-portugis/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline