Setelah peristiwa pertemuan singkat itu, sehari setelah itu, kesibukan saya mulai bertambah. Mencari bahan-bahan. Membaca-baca buku, artikel-artikel koran, juga artikel-artikel di media-media online. Tak lain, karena saya sangat ingin mendapatkan gambaran sosok jenderal polisi berhati bening itu secara lengkap.
Jatah waktu saya hanya dua hari. Itu pun tak penuh. Rabu malam, saya mesti menjalankan tugas sebagai seorang penyiar radio, hingga pukul 12 malam. Memasuki hari Kamis, saya hanya bisa menyediakan waktu dari dini hingga pagi. Selepas itu, saya mesti istirahat. Selebihnya, saya gunakan untuk mempersiapkan materi siaran.
Rasa-rasanya waktu memadat, sepadat-padatnya. Nyaris tak ada jeda untuk menghirup udara di teras rumah. Seluruh putaran jarum merah pada jam dinding tersita, hanya untuk membaca-baca artikel itu. Membuat pikiran terkuras habis. Anehnya, makin berpikir, rasa-rasanya makin jauh saya dari apa yang saya kehendaki. Seolah-olah ada dinding tebal yang menjadi sekat. Dinding itu kian tebal saja. Sampai-sampai saya hanya merasa waktu makin memadat tanpa kejelasan arah.
"Aku butuh istirahat," gumam saya waktu itu.
Tetapi, bagaimana mungkin? Dua agenda mingguan menunggu.
Alamak! Ini hari Kamis. Hari yang tersibuk. Hari yang mestinya tak boleh diganggu oleh hal-hal lain. Ada dua agenda yang harus saya urus. Pertama, Kojah Sastra. Sebuah program siaran di Radio Kota Batik yang saya asuh. Tidak mungkin saya tinggalkan begitu saja. Terlalu sayang jika terabaikan. Program itu sudah saya jalankan selama tiga tahun lebih.
Dan, setiap hari Kamis, saya mesti menyiapkan banyak hal. Materi siaran, bahan-bahan dukungan, dan lain sebagainya. Yang pokok, saya mesti menemukan tema dan topik obrolan saat siaran.
Beruntung saja, salah seorang musisi muda Pekalongan, Ve Sanya namanya, bersedia menjadi bintang tamu. Setidaknya, itu sedikit melegakan. Saya tak perlu berpikir terlalu keras untuk obrolan malam itu.
Saat jelang siaran, Ve datang dengan gitar kecilnya. Setengah jam sebelum acara dimulai. Saya sangat menghargai usaha itu.
Di studio, saya berusaha pula agar obrolan yang dilangsungkan membuat Ve nyaman. Kami mengobrol begitu santai selama dua jam di dalam studio. Membahas bagaimana ia menulis lirik-lirik lagunya. Bahkan, kami sempat bermemorabilia. Mengenang saat kami sepanggung di atas pentas-pentas musik. Dan, malam itu pun terjadi. Di ujung acara, kami kembali berduet. Ia memainkan musik dan lagunya. Saya membacakan puisi panjang karya Bang Hasan Aspahani.
Kedua, Rehat Malam. Program siaran obrolan santai yang menyoroti problem keseharian. Kali ini, saya benar-benar nge-blank. Saya tak menemukan tema menarik untuk diobrolkan. Saking nge-blank-nya, sampai-sampai tak sempat menghubungi kawan sekerja saya, Ozy. Biasanya, kalau pas nge-blank, saya akan meminta pertimbangan pada kawan saya, sesama penyiar radio.