Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

TERVERIFIKASI

Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Bahasa dan Kecerdasan Manusia

Diperbarui: 30 Oktober 2023   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Kapal pesiar. (Sumber: Dok. Shutterstock via kompas.com)

Aku tahu, kau pasti sedang menunggu kedatanganku. Bukan ingin membedah otakku kan? Syukurlah. Karena otakku tak seistimewa otak Eistein yang diawetkan itu. 

Aku sendiri kadang heran, untuk alasan apa otak Einstein diawetkan dan dimuseumkan? Yang lebih gilanya lagi, potongan organ otak orang yang berjuluk si jenius itu disimpan dalam guci sampai hari ini, sejak ia meninggal tahun 1955 silam.

Mulanya, seorang ahli patologi, Thomas Harvey namanya, mengangkat otak penemu rumus energi itu tanpa sepengetahuan pihak keluarga, sebelum jasad ilmuwan itu dikremasi. 

Lalu, Thomas memotong organ otak itu menjadi 240 bagian. Empatpuluh enam potongan diberikan Harvey kepada koleganya, William Ehrich. Sebagiannya disimpan Harvey di rumahnya dan ada pula yang didonasikan kepada museum patologi Mutter di Philladephia. 

Memang, alasan Harvey cukup bisa dipertanggungjawabkan. Ia ingin meneliti keistimewaan yang dimiliki organ otak si jenius yang memiliki lebih dari 248 dokumen karya penelitian itu.

Tetapi begitulah manusia. Semakin pintar ia, semakin "gila" pula ide dan tingkahnya. Meski begitu, tidak semua orang pintar itu "gila".

Ah! Lupakan soal otak Einstein. Sekarang, aku ingin membuka pintu nalarmu melalui sebuah kisah. Dari kisah ini, sejatinya aku ingin mengatakan padamu tentang pentingnya memahami hakikat bahasa. 

Aku tak ingin banyak membuatmu membuka buku-buku teori, karena aku tahu, hal itu membosankan untukmu. Dan aku tahu, kau lebih suka aku bercerita ketimbang aku berceramah tentang hal-hal yang tak ingin engkau ketahui. Apalagi tentang bahasa.

Bagi orang-orang sepertiku, belajar memahami bahasa itu penting. Tetapi, apapun alasannya, aku yakin, kau tak ingin mengetahuinya. Kau hanya membutuhkan sebuah ruang untuk kita bisa saling ngobrol. 

Ngobrol tentang apa saja. Yang jelas, bukan tentang hal-hal yang "dibikin rumit". Dan tahukah kamu, ngobrol adalah obat mujarab bagi siapa saja yang sakit.

Ah, percuma saja aku terangkan. Yang penting, saat ini kau kupaksa membaca kisah yang kutulis ini. Selamat menikmati, selamat membayangkan kisah ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline