Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

TERVERIFIKASI

Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Pondok Pesantren Itu Milik Masyarakat, Bukan Milik Pribadi

Diperbarui: 23 Juni 2023   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lampu hias yang terpasang di tiang-tiang pondok pesantren Al Maliki (dok.pribadi)

Aroma harum memenuhi interior Mazda 4wd yang saya tumpangi. Mobil putih mulus itu lincah melaju di antara butiran hujan, membawa saya dan beberapa kawan menuju ke Majelis Taklim Al Maliki-Pekalongan. Kebetulan, malam itu di Majelis Taklim Al Maliki sedang ada pengajian rutin.

Setiba di Majelis Taklim Al Maliki yang bermarkas di Kelurahan Jenggot, tampak jemaah Al Maliki memenuhi ruang dalam, hingga luber di teras rumah-rumah warga sekitar. Begitu takzim mereka duduk menyimak materi pengajian Pak Kiai Din, sapaan akrab K.H. Muhammad Saifudin Amirin, yang dicorongkan lewat pelantang suara. Sampai-sampai tetesan hujan dari atap dan talang pun tak dirasa.

Kami tak kebagian tempat. Kami memilih duduk melantai di teras kediaman Pak Kiai Din. Walau begitu, suara Pak Kiai masih terdengar jelas. Kami pun turut menyimak materi pengajian beliau.

Sekitar lima belas menit kemudian, pengajian usai. Diakhiri dengan doa. Kami dan seluruh jemaah Al Maliki menengadahkan tangan sambil mengucap "amin", bermohon kepada Tuhan semoga segala kebaikan akan terlimpah bagi semua.

Pada "amin" yang terakhir, seketika suasana tenang. Tak terdengar suara apapun. Suasana menjadi hening dan khusyuk. Kami bertahan untuk tidak berpindah tempat. Setidaknya, menghormati kekhusyukan jemaah yang tengah menundukkan kepala. Selain itu, keperluan kami memang ingin menemui Pak Kiai. Ada tamu istimewa pula dari Bandung yang ingin bertemu beliau.

Setelah beberap saat menunggu, akhirnya kami pun bertemu Pak Kiai Din. Oleh Pak Kiai Din, kami dipersilakan menemui beliau di Sejogati, salah satu rumah yang ada di kompleks Majelis Taklim Al Maliki.

Kami pun tak berlama-lama, segera memasuki rumah Sejogati. Di sana, tamu dari Bandung ini seketika tatapannya menabrak pada sesuatu yang membuatnya berbinar-binar. Tatapannya menangkap sesuatu yang sangat unik. Antik pula! Warnanya hijau tentara. Berbahan besi. Dan bentuknya mirip motor tentara. Pada sisi tanki bensin, tertera tulisan "Royal Enfield".

Kawan saya yang dari Bandung itu langsung nyelatuk, "Wah, satu frekuensi nih! Sama-sama anak motor!"

Kami yang duduk di Sejogati pun tertawa. Merasa senang membawakan tamu dari Bandung yang hobi traveling ini.

Tak lama, Pak Kiai tiba. Beliau langsung menerima tamu istimewa itu dan perbincangan hangat dan akrab pun terjadi. Tak ada jarak yang senjang di antara Pak Kiai Din dan para tamu. Semua bicara dengan lepas. Lebih-lebih tamu dari Bandung yang biasa saya sapa, Kang Kampret.

Beliau dosen ITB. Tetapi, juga seorang social engineering. Banyak hal yang sudah dilakukan di setiap tempat yang ia singgahi. Terutama, di luar Jawa. Ia tak sekadar membuat eksperimen sosial, akan tetapi berhasil menuntaskan beberapa masalah warga dan melerai konflik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline