Sastra lisan, khususnya cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Pekalongan, masih menyimpan beribu misteri. Salah satunya tentang ketokohan Mpu Suratman. Oleh para penggiat Tosan Aji Pekalongan, ahli keris ini diyakini sebagai pencipta keris Suratman yang konon adalah keris khas Pekalongan. Lalu, siapa sebenarnya Mpu Suratman?
Kisah tentang Mpu Suratman rupanya tak semata satu versi. Akan tetapi, memiliki beberapa versi. Pertama, sosok pandai keris ini dikaitkan dengan ketokohan Mpu Supo, yaitu seorang mpu andalan Kerajaan Majapahit di era kepemimpinan Kertabhumi (Brawijaya V).
Menurut versi ini, Mpu Suratman adalah putra dari Mpu Supo. Kedua, Mpu Suratman merupakan mpu yang berasal dari Tuban. Ketiga, ada pula yang beranggapan jika Mpu Suratman berasal dari luar Jawa.
Versi pertama, kisah tentang asal-usul Mpu Suratman kerap dihubungkan dengan kisah Joko Suro, yaitu seorang mpu yang masyhur dari Kerajaan Blambangan pada abad ke-16. Joko Suro sendiri tak lain adalah putra dari seorang Mpu kenamaan kerajaan Majapahit di era Kertabhumi, Mpu Supo.
Sebagaimana dalam tradisi lisan, kisah Joko Suro bermula dari peristiwa hilangnya keris Kiyai Sengkelat dari Majapahit. Keris Kyai Sengkelat yang menjadi piyandel bagi Kerajaan Majapahit kala itu merupakan keris buatan Mpu Supo. Oleh sebab itu, Mpu Supo merasa sangat bertanggung jawab atas hilangnya keris itu. Alhasil, ia sendiri yang harus mencari dan merebut kembali keris itu.
Upaya Mpu Supo mencari dan merebut kembali keris Kyai Sengkelat ini dilakukan dengan cara menyamar menjadi pandai besi yang ahli membuat alat-alat pertanian, tombak, pedang, dan keris. Keahlian Mpu Supo inilah yang akhirnya membawa Mpu Supo menghadap adipati Blambangan yang kala itu tengah mencari seorang mpu yang sanggup membuat tiruan dari keris Kyai Sengkelat.
Di hadapan adipati Blambangan inilah, Mpu Supo lantas diberi mandat untuk mengerjakan sebuah keris yang harus sama persis dengan keris Kyai Sengkelat. Tentu, tugas ini disanggupi Mpu Supo. Apalagi, keris Kyai Sengkelat adalah hasil karyanya sendiri. Tak begitu sulit bagi Mpu Supo untuk membuat duplikasi dari keris Kyai Sengkelat ini.
Singkat cerita, dengan mudah Mpu Supo merampungkan pekerjaan itu. Bahkan, tidak hanya satu buah, melainkan ada dua buah keris Kyai Sengkelat tiruan yang ia buat. Sementara yang asli, ia sembunyikan dan ia simpan dengan rapi.
Keberhasilan Mpu Supo amat membuat adipati Blambangan sangat senang. Sejak saat itu, Mpu Supo dianugerahi gelar kebangsawanan, tanah perdikan, dan seorang istri yang tidak lain adalah adik dari adipati Blambangan, bernama Dewi Lara Upas.
Tetapi, semua hadiah itu tak membuatnya terlena. Sekalipun Mpu Supo menerimanya, ia masih merasa memiliki beban moral kepada Majapahit. Ia selalu berupaya untuk mencari cara yang tepat agar bisa kembali ke Majapahit tanpa harus diketahui oleh penguasa Blambangan, kakak iparnya sendiri.
Pucuk dicita ulam tiba, harapan Mpu Supo untuk pulang ke Majapahit dengan misi menyerahkan kembali keris Kyai Sengkelat pun terwujud. Ketika itu, di tengah-tengah masa kehamilan sang istri, Mpu Supo berpamitan meninggalkan Blambangan. Namun, sebelum meninggalkan istrinya, Mpu Supo berpesan agar kelak ketika anak mereka lahir laki-laki diberi nama Joko Suro. Selain itu, Mpu Supo juga meninggalkan besi bahan membuat keris.