Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

TERVERIFIKASI

Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Menulis Ala Mas Eko Tunas

Diperbarui: 27 Mei 2023   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngobrol bareng mas Eko Tunas (dok.pribadi)

Dalam sebuah obrolan kopi, Mas Eko Tunas, sastrawan Tegal yang juga seorang senior saya berujar seputar dunia kepenulisan. Dengan gayanya yang enteng, seniman serba bisa yang kini tinggal di Kota Atlas itu berkelakar, bahwa syarat utama seseorang agar bisa menjadi seorang penulis itu tidak ribet. Yaitu, dia tidak buta huruf, titik!

Kontan, kelakar pria kelahiran tahun 1956 dan pernah mewarnai dunia perteateran Kota Pekalongan ini membuat saya dan beberapa mahasiswa yang mengenakan jas almamater berwarna biru cerah itu melongo. Sebab, apa yang selama ini menjadi "keyakinan" kami, menulis itu barang susah. Nggak gampang dilakukan. Dan, tidak sembarang orang bisa.

Tetapi, kelakar Mas Eko Tunas siang itu membuat kami merasakan keruntuhan dinding "keyakinan" kami yang terlalu tebal dan tinggi. Dinding "keyakinan" itu terpukul betul, hingga nyaris rata dengan tanah tanpa sisa.

Sebegitu mudahnya Mas Eko Tunas menyampaikan itu. Seolah tidak mempertimbangkan betapa telah bertahun-tahun kami berlatih menulis namun selalu gagal melahirkan tulisan yang bagus. Betapa entengnya, ia menganggap bahwa dinding "keyakinan" kami tak ada bahkan dianggap sebagai barang sampah.

Demi menghormati kesenioran sahabat karib dari Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) itu kami yang mendengar kelakar itu tertawa saja. Tentu, bisa dibayangkan seperti apa muka kami saat tertawa sambil setengah nyengir.

Lalu, setelah tawa itu sedikit mereda, Mas Eko Tunas kembali berkelakar. Kali ini kelakarnya lebih pedas lagi. Dia katakan, "Kalian itu mahasiswa, sampeyan juga seorang guru dari mahasiswa. Nah, lalu apa tujuan sampeyan-sampeyan semua belajar? Apa hanya cukup untuk menjadi pinter? Tidak. Pinter saja nggak cukup. Mesti naik pangkat dong, menjadi orang cerdas."

Plak! Rasanya kata-kata itu menampar pipi saya keras-keras. Panas betul. Sampai-sampai gendang telinga saya terasa berdenging. Alamak! Blaik! Saya khawatir ini akan menjadi tanda-tanda yang mengarah kedunguan.

"Nah, apa ciri-ciri orang cerdas? Coba sebutkan!" pinta Mas Eko Tunas.

Salah seorang mahasiswa menjawab, "Orang yang cerdas itu ya yang punya ide dan pemikiran yang bermanfaat bagi orang banyak, Pak."

"Kamu?" desak Mas Eko Tunas kepada mahasiswa lainnya.

"Orang cerdas itu yang kreatif dan inovatif, Pak!" jawab mahasiswa yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline