Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

TERVERIFIKASI

Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Di Atas Mimbar

Diperbarui: 21 April 2023   04:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: (dok.pribadi)

Diliputi udara dingin lembah yang dikelilingi gunung-gunung, seluruh warga desa tumpah ruah di dalam masjid. Mereka duduk sama rendahnya, di atas karpet berwarna hijau. Menyimak tuturan seorang kiai muda.

Di atas mimbar, kiai muda itu berdiri. Suaranya lantang, namun pesan yang ia sampaikan penuh kelembutan. Ia sampaikan perihal asal mula penciptaan manusia pertama, Nabi Adam.

Kata-katanya mengalir lancar. Bagai gemericik air yang melalui sungai-sungai. Membasahi setiap apa-apa yang kering. Memberi kesegaran bagi setiap yang kerontang. Jernih dan menjernihkan pikiran.

Ia kisahkan, bahwa dahulu ketika Tuhan menghendaki untuk mencipta manusia, diperintahlah para malaikat untuk mengambil sari pati tanah dari Bumi. Mula-mula adalah Jibril, malaikat yang tingkat ketaatannya tak diragukan lagi. Kepada Jibril, Tuhan mendaulat, agar ia mengambil sari pati tanah itu dari Bumi. Akan tetapi, ada satu syarat yang mesti dipenuhi Jibril, yaitu apabila Bumi merelakan tanahnya diambil sebagai bahan untuk mencipta manusia.

Jibril mengajukan pertanyaan, "Wahai Tuhanku, apa itu manusia?"

"Manusia adalah makhluk yang sangat Aku cintai, wahai Jibril. Dan karena besarnya rasa cinta-Ku pada manusia, maka Aku persiapkan pula untuk mereka surga dan neraka. Pabila mereka menerima cinta-Ku, maka surgalah tempatnya. Tetapi, apabila ia berpaling dari cinta-Ku, biarlah neraka yang akan mengajarkan kepada mereka apa arti cinta yang sesungguhnya," jawab Tuhan.

Mendengar jawaban itu, Jibril masih saja ngungun. Ia masih saja belum mengerti, apa itu surga dan neraka, juga apa hubungannya dengan cinta. Jibril lantas bertanya kembali kepada Tuhan, "Wahai Tuhanku, hamba sungguh belum mengerti maksud Paduka. Hubungan apa antara surga-neraka dengan cinta, Wahai Yang Mahakasih?"

Tuhan tersenyum mendengar pertanyaan itu. Lantas Ia berkata, "Kelak kau akan mengerti, hamba-Ku yang sangat aku kasihi. Sekarang pergilah ke Bumi. Katakan padanya, Aku hendak meminta sejumput tanahnya, agar Aku cipta makhluk yang sangat Aku cintai ini."

Tak berlama-lama, Jibril segera berpamitan. Lalu, ia pun segera menuju ke Bumi. Bentang semesta ia lalui dalam kecepatan yang teramat tinggi. Dalam sekelebat, ia telah berada di hadapan Bumi, makhluk ciptaan Tuhan yang kelak akan menjadi tempat huni bagi manusia itu.

Sampai di sini, orang-orang yang duduk di dalam masjid termangu. Tatapan mereka terpusat pada sosok kiai muda itu. Mereka menunggu peristiwa apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sang kiai muda itu pun membalas tatapan orang-orang yang menatapnya. Ia lemparkan senyum. Lantas, sebuah pertanyaan ia lemparkan pula kepada seluruh yang hadir, "Kira-kira, apa yang akan terjadi Bapak-Ibu? Ada yang tahu? Kalau belum ada yang tahu, mungkin Bumi yang tahu jawabannya. Tetapi, bagaimana cara kita mengorek jawaban dari Bumi? Sementara, di antara kita saja, di antara sesama manusia saja kadang juga dilanda ketidakmengertian. Kita menjadi salah mengerti karena kita tak memahami apa maksud perkataan orang lain. Lalu, kita mudah curiga satu sama lain."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline