Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

TERVERIFIKASI

Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Berbanggalah Wahai Para Perempuan! Penyair Pertama Dunia Ternyata Seorang Perempuan

Diperbarui: 19 April 2023   01:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cakram yang menunjukkan peran Enheduanna dalam kesusastraan Mesopotamia (sumber gambar: kompas.com)

Abdul Hadi WM, dalam sebuah orasinya menyebutkan, tradisi sastra sama tuanya dengan sejarah peradaban manusia dengan keragaman bahasa yang digunakan. Pernyataan itu didasarkan pada pandangan, bahwa bahasa dan sejarah manusia adalah dua hal yang seiring sejalan. Manusia membutuhkan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Aktivitas bahasa, dengan demikian, erat kaitan dengan aktivitas berpikir, penyampaian informasi, serta pengungkapan ekspresi.

Meski begitu, hingga kini upaya untuk menggali sejarah sastra masih sangat terbatas. Temuan-temuan sejarah yang berhasil digali para pakar sastra masih berupa jawaban sementara. Artinya, masih ada kemungkinan untuk dikembangkan. 

Hanya untuk menemukan data otentik, terutama tentang individu yang mengawali tradisi sastra di dunia, masih sangat sulit dilakukan. Sebab, dalam perkembangannya, tradisi sastra kerap dimulai dari tradisi sastra yang anonim. Kalaupun diketahui namanya, paling hanya beberapa nama yang dapat disebutkan, seperti para penyair terkemuka era Yunani Kuno; Saphocles, Homer, atau Herodotus dan lainnya. Tetapi, tahukah Anda jika ternyata ada seorang penyair yang jauh mendahului mereka?

Baru-baru ini para pakar sejarah menemukan fakta menarik mengenai penyair yang satu ini. Mereka menobatkan ia sebagai penyair pertama di dunia. Menariknya lagi, penyair pertama ini bukan dari kalangan laki-laki. Penyair yang satu ini justru seorang perempuan. Siapakah ia?

Benyamin Foster, seorang pakar Asiriologi asal Yale University menyebutkan, jika informasi mengenai perempuan penyair pertama di dunia ini diketahui dari sejumlah karyanya. Perempuan penyair ini tergolong cukup produktif pada masanya dan kerap mencantumkan namanya pada karya-karya puisinya.

Diperkuat pandangan Erhan Tamur, kurator pada Mesopotamia Museum of Art, peran perempuan penyair pertama di dunia ini begitu penting. Utamanya, bagi bangsa Mesopotamia. Menulis puisi, bagi perempuan penyair yang satu ini adalah tugas sekaligus tanggung jawabnya untuk menyatukan bangsa-bangsa di bawah kekaisaran Akkadia, setelah berhasil menaklukkan Sumeria di Mesopotamia Selatan. Tugas itu tidak jauh pula dari kedudukannya dalam kekaisaran Akkadia, sebagai putri Raja Sargon.

Kala itu, Raja Sargon yang memimpin Mesopotamia dari tahun 2334-2279 SM, menunjuknya sebagai pendeta tertinggi bagi Dewa Bulan Sumeria yang bernama Nanna. Langkah ini dilakukan Sargon sebagai upaya untuk mengkonsolidasikan kerajaan yang baru ia dirikan. Sejak itu, putri raja yang penyair itu menggunakan Enheduanna sebagai namanya. Dalam bahasa Sumeria, Enheduanna searti dengan Pendeta wanita tertinggi, hiasan surga.

Para pakar sejarah kali pertama menemukan nama Enheduanna dari sisa-sisa piringan pualam kuno yang digali pada tahun 1927. Piringan itu ditemukan dalam penggalian yang dipimpin oleh Arkeolog Inggris, Sir Leonard Woolley di Kota Ur. Pada piringan tersebut Enheduanna digambarkan di bagian depan dan mengidentifikasi namanya di bagian belakang, saat ia mendedikasikan podium untuk Inanna, putri dari Dewi Bulan Nanna, di Kuil nya.

Selain itu, Enheduanna juga menuliskan 2 himne yang dipersembahkan untuk Inanna, Dewi Cinta bangsa Mesopotamia. Dalam himne itu, Inanna disandingkan dengan Dewi Cinta dan Peperangan Akkadia, Ishtar. Enheduanna menggambarkan Inanna adalah sosok penyayang namun kejam, dan mampu menciptakan kemakmuran dan kehancuran sekaligus.

Himne gubahan Enheduanna juga kaya akan aspek-aspek autobiografi. Di dalamnya termuat perseteruan dirinya dengan Lugalanne, seorang pemberontak Kekaisaran Akkadia. Tak hanya itu, Enheduanna mendeskripsikan proses penciptaan puisi tulisannya yang ia serupakan dengan kelahiran seorang insan yang terus tumbuh dan berkembang.

Selain dua himne itu, Eheduanna juga menulis 51 himne lainnya. Adam Falkenstein menyebutkan, masih terdapat informasi yang sangat terbatas mengenai temuan tersebut. Ia menulis, agar analisis teks-teks tersebut tidak berhenti di situ saja. Akan tetapi, terus digali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline