Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

TERVERIFIKASI

Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Kesehatan Mengajarkan Kita tentang Makna Cinta

Diperbarui: 14 Desember 2021   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: nationalgeographic.grid.id

Kesehatan merupakan anugerah. Menjaga kesehatan, secara lahir dan batin, adalah ikhtiar untuk menjaga anugerah itu agar tidak rusak atau hilang. Maka, dapat dikatakan pula bahwa menjaga kesehatan adalah semacam ungkapan rasa syukur seorang hamba atas anugerah pemberian Allah swt.

Jika diibaratkan, seperti seseorang yang mendapatkan cinderamata dari orang yang dicintainya, sudah semestinya cinderamata itu akan disimpan dan dijaga dengan sebaik-baik mungkin. Siapa tahu, suatu ketika orang yang memberikan cinderamata itu akan menanyakan cinderamata itu. Siapa tahu pula, cinderamata itu akan menjadi pelengkap kisah hidup yang berkesan.

Mungkin, demikian pula dengan kesehatan. Anugerah terindah itu adalah kado istimewa. Ungkapan rasa cinta dari Sang Pemberi Yang Mahakaya. Maka, menjaga pemberian itu pun boleh jadi semacam ungkapan balasan atas rasa cinta yang telah diterimanya. Sekalipun sangat mungkin tak mampu mengimbangi rasa cinta dari Sang Pemberi.

Maka, di dalam menjalani ikhtiar penjagaan atas anugerah kesehatan itu, patut pula kita bercermin pada kisah Kanjeng Nabi Muhammad saw. Salah satunya, bagaimana beliau mengejawantahkan ajaran cinta yang tersirat dalam kesehatan.

Sebagai seorang nabi sekaligus rasul, beliau telah mendapatkan kesempurnaan dalam segala hal. Beliau adalah manusia paripurna. Dengan segala mukjizat yang ada pada beliau, sangat mungkin beliau memiliki kemampuan untuk mengobati segala macam penyakit. Tetapi, beliau tidak lantas "memborong" semua peran. Malah, beliau memberi kesempatan dan mendudukkan orang-orang yang diberi anugerah berupa kemampuan untuk menyembuhkan itu pada porsinya yang tepat.

Adalah Harits ibn Qaladah, namanya kerap disebut Kanjeng Nabi manakala beliau menjumpai sahabat-sahabat lain yang sedang sakit. Kepada para sahabat itu, beliau senantiasa memberi saran agar mereka yang sakit menemui Harits ibn Qaladah. Cara ini dilakukan bukan karena beliau tak mampu menyembuhkan. Juga bukan karena beliau tak mau melakukan pengobatan. Akan tetapi, cara itu dilakukan agar siapapun bisa saling memahami satu sama lain. Bahwa di dalam menjalankan kehidupan, manusia memiliki peran yang beragam. Peran inilah yang kemudian patut dihargai dan dihormati. Karena di dalam setiap peran ada tanggung jawab sebagai wujud rasa cinta itu sendiri.

Lalu, siapakah Harits ibn Qaladah? Sahabat nabi yang satu ini merupakan seorang penjelajah ilmu. Beliau sempat belajar ilmu kedokteran di Jundisapur, Persia. Bahkan, beliau adalah salah seorang dokter/tabib di masa jahiliyah. Saat itu bangsa Persia merupakan bangsa yang memiliki peradaban maju, ditilik dari khazanah keilmuannya. Apalagi di masa itu bangsa Persia telah menggauli ilmu-ilmu filsafat Yunani.

Bukan suatu kemustahilan jika ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang dipelajari Harits ibn Qaladah merupakan buah pengetahuan bangsa Yunani yang dikembangkan di Persia. Dalam perkataan lain, Harits ibn Qaladah merupakan seorang sarjana hasil didikan Yunani. Menariknya lagi, pada masa Kanjeng Nabi Muhammad masih hidup, Harits ibn Qaladah merupakan sahabat nabi dari kalangan non muslim.

Memang, ada silang pendapat mengenai ketokohan beliau di kalangan ulama. Namun, dalam sebuah riwayat, seperti dikisahkan Sa'ad, menyebutkan, ketika dirinya sakit, Rasulullah saw menjenguknya. Rasulullah kemudian meletakkan tangan beliau di tengah dadanya, sampai-sampai jantungnya merasakan sejuknya tangan beliau. Kemudian, beliau bersabda, "Kamu menderita penyakit jantung. Temuilah Harits ibn Qaladah dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya dia adalah seorang tabib (dokter), dan hendaknya dia (Harits ibn Qaladah) mengambil tujuh buah kurma 'ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya".

Kisah tersebut memperlihatkan betapa Rasulullah menaruh rasa hormat kepada orang-orang berilmu yang memiliki peran bagi kehidupan umat. Beliau juga memberi penghargaan atas upaya yang dilakukan Harits ibn Qaladah ini di dalam menempuh pencarian atas ilmunya. Juga atas upayanya agar ilmu yang diperolehnya menjadi manfaat bagi orang-orang sekitar.

Sikap Rasulullah yang demikian itu menunjukkan betapa beliau seorang pribadi yang mencintai ilmu. Lebih-lebih kepada pribadi yang mau memanfaatkan ilmunya itu untuk kemaslahatan umat. Seperti yang pernah beliau sabdakan "Orang-orang yang berilmu kemudian dia memanfaatkan ilmu tersebut (bagi orang lain) akan lebih baik dari seribu orang yang beribadah atau ahli ibadah."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline