Lihat ke Halaman Asli

Ribut Achwandi

TERVERIFIKASI

Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Berniaga dengan Rasa, Membangun Peradaban yang Maju

Diperbarui: 14 Desember 2021   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: freedomsiana.id

(Sebuah catatan kecil dari sudut Majelis Taklim Al Maliki-Pekalongan)

Sejarah perniagaan telah merentangi sejarah peradaban manusia. Ia telah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia, seiring laju pertumbuhan manusia. Tetapi, sejak kapan perniagaan itu dimulai? Para ahli sejarah dan ekonomi bisa saja berdebat panjang mengenai hal itu.

Ada yang menyebutkan perniagaan jarak jauh dimulai sejak 150.000 tahun silam. Ada juga yang menyebutkan mulai 30.000 tahun lalu. Perbedaan pandangan ini wajar terjadi, sebab membuka catatan masa lampau bukanlah pekerjaan mudah. Penuh teka-teki dan misteri.

Patutlah kita syukuri, bahwa di balik kerumitan itu ternyata ada sebagian orang yang rela menyediakan diri untuk menggali pengetahuan dari masa lalu. Namun, akan lebih bijak lagi jika di antara kita ada yang bersedia melakukan hal yang sama. Menggali kisah-kisah lalu untuk selanjutnya dipetik hikmahnya.

Alquran sendiri banyak menuturkan kisah-kisah sejarah. Mulai kisah sejarah penciptaan alam semesta, penciptaan manusia, hingga sejarah peradaban manusia. Artinya, kedudukan sejarah sebagai ilmu di dalam Islam sangatlah penting.

Dari kisah-kisah lampau itu kita mendapatkan banyak contoh dari perilaku-perilaku manusia. Kita juga memperoleh pengetahuan tentang bagaimana kehidupan manusia yang sebaik-baiknya. Selain itu, lewat kisah lampau itu kita juga ditunjukkan bagaimana sejarah masa lalu itu berhubungan erat dengan masa kini dan masa depan, yaitu di akhirat kelak.

Ibnu Khaldun, dalam kitab Muqadimah yang masyhur itu menuliskan, mempelajari sejarah, pada hakikatnya kita akan dituntun dan dituntut untuk senantiasa melakukan obvservasi (nazhr) yang diharapkan akan mendukung upaya kita menemukan kebenaran (tahqiq), serta keterangan mendalam tentang sebab dan asal benda wujud, serta pengertian dan pengetahuan mengenai substansi, esensi, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa. 

Dengan begitu, sebagaimana dinyatakan Syekh Muhammad ath-Thahir ibn 'Ashur, dalam kitab Tafsir at-Tahrir wa-at-Tanwir, bahwa dengan mempelajari sejarah, kita punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan kita saat ini. Dengan kata lain, sejarah adalah cermin bagi masa kini.

Dalam kaitannya dengan dunia perniagaan, para ahli sejarah ekonomi menyepakati bahwa permulaan terjadinya jual-beli di antara manusia adalah rasa saling percaya satu sama lain. Perasaan ini kemudian diejawantahkan ke dalam sistem pertukaran, yang dari masa ke masa terus mengalami perubahan dan penyempurnaan. 

Mula-mula sistem barter, kemudian berlaku sistem uang yang dimulai dengan penggunaan jelai (alat tukar yang tertua di dunia dan berlaku di bangsa Sumeria, sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi). Lantas, bentuk uang mengalami perubahan. Ada cangkang karena tidak mudah membusuk, kulit binatang, garam, logam emas dan perak, hingga seperti yang sekarang ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline