Sudah menjadi tradisi, radio-radio di Pekalongan dan sekitarnya, kalau pas jam-jam jelang Maghrib hingga pukul 19.00 selalu memutar lagu-lagu bernapaskan agama, khususnya Islam. Mungkin hanya sedikit yang tidak melakukan hal yang sama. Tradisi itu memberi kesan, seolah-olah ada jam khusus yang disakralkan menjadi jam-jam kerohanian. Tapi, itu tak perlu dipersoalkan. Sebab sudah mafhum, masyarakat Pekalongan memang dikenal sebagai masyarakat yang religius.
Hanya, kenapa ya lagu-lagu religi yang diputer pun ya masih yang itu-itu juga? Biasanya yang lagi ngetrend. Kayak Veve Zulfikar, Opick, Hadad Alwi, Sulis, Anisa Rahman, Alfina Nidiyani, atau grup-grup band yang kebetulan ngeluarin album lagu-lagu religi . Atau kelompok rebana macam Az Zahir, Al Munsyidin, dan lain-lain.
Kalau dicermati lagi, hampir semua lagu yang diputer berbahasa Indonesia atau bahasa Arab. Tetapi, jarang saya dengar yang berbahasa Jawa atau bahasa daerah lainnya. Macam lagunya almarhum Gombloh yang berjudul "Hong Wilaheng (Sekar Mayang)", "Kidung Wahyu Kalaseba"-nya Sri Narendra Kalaseba, atau lagu terbarunya Soimah, "Jagad Anyar Kang Dumadi".
Saya menduga, jangan-jangan lagu-lagu berbahasa daerah (khususnya lagu Jawa) nggak dimasukkan dalam list lagu religi. Tetapi, sekadar disebut sebagai lagu daerah. Padahal, sependek yang saya tahu, konten lagu-lagu berbahasa Jawa itu keren loh. Muatan religinya sangat kental.
Lagu "Jagad Anyar Kang Dumadi" yang dilantunkan dari suara lengkingan seniman serba bisa asal Pati, Soimah, misalnya. Lagu itu dirilis pada tahun 2020 lalu, tepatnya 18 Juni, melalui kanal youtube ShowImah TV. Beruntung betul, waktu itu saya sempat menonton tayangan perdananya.
Ketika saya menyimak lagu gubahan Boedhi Pramono itu, seketika saya merasakan betul nuansa emosi yang ditawarkan oleh lirik dan titian nada lagu itu. Begitu dalam dan sangat menyentuh. Tema pada lagu itu relevan dengan keadaan sekarang, masa pandemi yang tak berkesudahan.
Saya menikmati betul lagu itu. Orkestrasinya sederhana. Tidak menampilkan banyak alat musik yang berlebihan (hanya menampilkan gesekan biola, cello, piano, dan sedikit memunculkan alat-alat musik ritmik). Makanya, pesan lagu tersampaikan dengan baik. Nada minor yang dimainkan pada musik dan lagu itu mampu mengajak pendengarnya memasuki dimensi emosi yang dihadirkan.
Meski penggarapan musiknya digubah secara modern, tetapi nada Jawa pada lagu itu masih terasa kental betul. Sehingga, kesan yang dihadirkan melalui titian nada pada lagu itu semacam perpaduan antara pola nada diatonis dan pentatotis. Jadi, berasa Jawa yang modern.
Sementara, pada lirik lagu yang dilantunkan sinden jebolan Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini juga memiliki daya kata yang tidak bisa dianggap enteng. Secara keseluruhan, lirik lagu "Jagad Anyar Kang Dumadi" semacam doa dan pengharapan. Doa bagi kehidupan umat manusia di dunia ini agar selamat menghadapi segala macam ujian dan cobaan. Pengharapan akan kehidupan yang lebih baik lagi bagi alam semesta.
Doa yang dilantunkan sinden yang pernah berduet bareng Jogja Hip Hop Foundation ini semacam musikalisasi geguritan (puisi Jawa). Irama nada yang dimunculkan lagu ini sebenarnya merupakan pengembangan dari pola bunyi tiap-tiap suku kata, ketika kata-kata itu dibaca laiknya sebuah geguritan (puisi Jawa). Dengan kata lain, penentuan nada dalam lagu ini mengikuti pola pembunyian kata-kata yang terdapat dalam lirik lagunya.
Artinya, kata-kata yang dipilih dengan sendirinya telah memiliki pola nada. Sehingga, mudah dilantunkan menjadi lagu. Tentu, ini menunjukkan pula kalau lagu ini memiliki diksi yang kuat. Kata-kata yang dipilih juga tepat.