Sudah sangat mafhum, ketika kita tengah menyusun kata-kata menjadi rangkaian kalimat yang bermakna dan membangun sebuah wacana yang utuh sangat memerlukan fokus. Bersamaan dengan itu pula, tak jarang godaan sulit dihindari. Tak mengherankan jika di saat kita sedang asyik-asyiknya menulis, tiba-tiba fokus tulisan kita bisa bergeser.
Biasanya, hal itu kita lakukan tanpa kita sadari. Kita cuma mengalir, mengikuti irama tulisan kita. Tetapi, di saat fokus tulisan kita sudah bergeser terlalu jauh, kita baru menyadari kalau tulisan kita menjadi kacau. Di saat bersamaan, kita pun merasa kesulitan untuk kembali ke titik awal fokus tulisan kita. Parahnya lagi, jika akhirnya kita merasa tak bisa melakukan apa-apa untuk merapikan tulisan kita.
Saya kira, hal semacam itu pernah dialami oleh siapapun. Saya termasuk orang yang sering mengalaminya. Lalu, bagaimana cara mengatasinya?
Sebenarnya ada banyak cara untuk mengatasi masalah tersebut. Saya ingat, tiga tahun silam, Mas Puthut EA pernah berbagi pada saya dan beberapa teman yang ikut dalam Kemah Menulis 2019 yang diselenggarakan Komunitas Omah Sinau Sogan, Pekalongan. Ketika itu, ia bikin semacam pelatihan sederhana dengan menggunakan pendekatan menggambar.
Mula-mula, semua peserta Kemah Menulis diminta untuk mencari pasangan. Kemudian, mereka diberi tugas untuk saling pandang. Tujuannya, agar semua peserta benar-benar dapat mengamati wajah teman yang ada di depannya secara saksama. Mengamati setiap detil yang melekat pada wajah teman mereka, satu sama lain.
Setelah dirasa cukup, Mas Puthut EA lantas menugasi semua peserta untuk menggambar wajah teman yang ada di hadapannya itu di atas selembar kertas polos. Tentu, semua peserta memenuhi tugas itu. Beberapa di antara mereka ada yang tak piawai menggambar. Beberapa yang lain, menggambar wajah teman mereka dengan sangat sempurna, seperti sebuah sketsa wajah.
Selesai menggambar, semua peserta diminta menunjukkan hasil gambar mereka. Rata-rata, semua peserta menggambar wajah dengan menggunakan perspektif yang lazim; dari arah depan. Hanya beberapa yang menggunakan perspektif dari sisi kanan atau kiri. Tetapi, rupanya semua gambar itu diberi poin C oleh Mas Puthut EA. Alasannya, tidak ada satupun gambar yang benar-benar unik. Lalu, gambar apa yang bisa dikategorikan unik?
Mas Puthut EA menjelaskan, gambar yang unik tentu dihasilkan dari cara pandang orang yang membuat gambar itu. Dengan kata lain, cara pandang seseorang sangat memengaruhi hasil gambarnya. Nah, untuk membuat cara pandang seseorang menjadi unik, ia hanya butuh menjadi pengamat yang teliti dan cermat.
Ia harus mampu menangkap hal-hal yang paling kecil dari sekian banyak detil yang ditampilkan dari keseluruhan citraan yang tertangkap. Dari situlah, ia harus bisa menentukan hal apa yang membuat sebuah citraan itu benar-benar unik.
Kembali ke soal wajah. Setiap wajah pada hakikatnya memiliki keunikan dan sisi menarik. Tetapi, untuk menemukan sisi menarik dan keunikan itu, kita perlu mencermati betul-betul setiap detil pada wajah itu.
Apakah bola matanya, hidungnya, bibirnya, tulang pipinya, bentuk rahangnya, atau tahi lalatnya, atau yang lainnya? Bisa jadi, keunikan dari wajah seseorang itu muncul dari kerut di dahi atau sehelai rambut yang dibiarkan jatuh di kening. Semua itu menjadi mungkin.