Tahun lalu saya mendapatkan kesempatan bersama kakak saya dan beberapa kawan untuk mengunjungi Nusa Tenggara Timur dan kami melakukan perjalanan dari Labuhan Bajo sampai Maumere.
Sebelum pergi saya ingat diberi wejangan oleh orang tua saya untuk selalu berhati-hati dan segala ocehan Beliau tentang perilaku tidak ramah warga NTT dan berbagai macam bahaya dia gambarkan. Perlu dicatat bahwa ayah saya tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya ke belahan NTT. Namun mengingat bahwa sudah menjadi sifatnya untuk berfikiran ekstra waspada, saya dan kaka saya hanya mengiyakan dan berjanji untuk selalu berhati-hati.
Hari untuk perjalananpun dimulai dan ternyata kekhawatiran itu tidak terwujud. Terpujilah para budayawan dan ahli sejarah yang selalu menuliskan tentang keramahan bangsa Indonesia. Selama 8 hari saya dan teman-teman seperjalanan berinteraksi dengan penduduk sekitar, kami selalu disambut dengan ramah tamah dan bahkan mendapatkan sahabat baru yaitu sang Tour Guide yang setia menemani kami.
Perjalanan ke NTT merupakan perjalanan terjauh saya di Indonesia. Dari situ saya benar-benar menyaksikan sendiri kemegahan Indonesia. Betapa Indonesia selalu disanjung sebagai negara yang penuh dengan keindahan dan pesona alam. Namun, dari situ saya juga merenung...
Kenapa pada awalnya ayah saya mempunyai pemikiran kurang baik tentang penduduk asli daerah situ. Dan saya yakin ayah saya bukan satu-satunya orang yang berpendapat seperti itu.
Berdasarkan pemikiran saya,
Di NTT, tekhnologi dan pengetahuan yang masuk belum segencar yang bisa kita lihat di kota besar. Orang-orangnya masih terlampau polos, baik hati, ramah dan sangat bersifat kekeluargaan.
Justru di beberapa daerah yang cukup mendapat pasokan teknologi dan informasi, kriminalitas cenderung meningkat dibanding daerah lain yang masih hidup dalam kesederhanaan.
Dari situ bolehlah kalau saya beranalisis, 'yang menyebabkan orang menjadi jahat itu adalah teknologi dan informasi yang membawa kejahatan yang akhirnya menjadi rantai'
Sifat dasar dari masing-masing individu saya percaya adalah suatu kebaikan. Namun, ketika seseorang belum siap dan tidak mampu membedakan mana yang baik benar dan tepat untuk dilakukan ada kalanya seseorang terlanjur mengambil jalan yang mampu merugikan individu yang lain.
Saya yang sehari-harinya hidup di kota dan mulai menanggapi dengan sinis hal tersebut mulai merasa bahwa masih ada harapan. Kalau memang keramahan adalah sifat lahiriah bangsa ini, pasti akan ada cara untuk merawat dan membuatnya tumbuh sehingga keramahan bangsa kita ini tidak mati di tengah jalan, bahkan sebelum bangsa lain mengenal kita.