Lihat ke Halaman Asli

Gempa Pidie Jaya, Gempa Hati Kita?

Diperbarui: 17 Desember 2016   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa jam setelah gempa Pidie Jaya (Pijay), Aceh. Ayah saya langsung menuju lokasi. Sedangkan saya yang tidak nyenyak tidur pada malamnya, ditambahkan lagi shubuh saat gempa di Pidie, lari ke tempat yang jauh dari laut untuk mencari perlindungan, karena takut Tsunami terjadi lagi.

Saya ke Pijay, sore hari itu dengan ambulan Dompet Dhuafa. Melintasi Banda Aceh medan kita sudah melihat bangunan yang retak, rubuh dan  ambruk, masjid-masjid yang pernah saya singah kini kubahnya jatuh ketanah. Ini baru nampak dampak gempa di pinggir jalan. Bagaimana bagunan di pedalaman yang jauh dari jalan utama?

Kalau tuan masuk kedalam, bencana ini makin parah. Jalan didalam perkampungan banyak yang retak dalam, bahkan terbelah. Rumah yang kita lihat tegak berdiri, kita masuk kedalam, rupanya banyak tiang yang retak dan beton penyangga tengah patah. Rumah-rumah warga dipedalaman juga banyak yang rubuh.

Malam itu saya ke rumah sakit Pidie Jaya. Melihat banyak ruagan RS yang tidak bisa dipakai lagi karena dinding yang roboh, dan retak disana sini sehingga tidak memungkinkan menaruh pasien disini. IGD rusak parah dan tak boleh dimasuki. Hanya ruang rawat inap yang berfungsi. Malam ini tak ada listrik. Listrik padam dikarenakan banyak tiang yang tercebur ke empang. Karena getaran hebat gempa, PLN harus mengecek semua tiang dan gardu untuk kembali mengalirkan listrik.

Puluhan ambulan dari berbagai daerah memarkirkan diri di sekitar rumah sakit. Dari berbagai kabupaten dan berbagai rumah sakit dan lembaga kesehatan. Ambulan mengantar pasien korban Gempa ke Bereunuen, Sigli dan Banda Aceh. korban luka parah banyak sekali, karena terhimpit reruntuhan, tertimpa batu bata dikepala, patah tulang dan luka lain. Ambulan juga disiagakan ditempat eskavator yang sedang bekerja mencari korban didalam reruntuhan bangunan yang belum ditemukan jasadnya.

Setelah sehari semalam bersama Dompet Dhuafa di Pijay, saya kembali diantar pulang. Karena ada tugas negara yang harus dikerjakan.

Doto Ilham yang merupakan alumni S2 Unsyiah jurusan Kebencanaan mengatakan bahwa yang penting saat bencana adalah papan informasi desa, memuat data korban, kerusakan dan update bantuan apa saja yang sudah diberikan dan apa yang dibutuhkan. Selain itu dijalan besar harus ada juga papan informasi tentang peta posko,

Memberi bantuan adalah hal yang baik. Manusia terbaik, dalam hadits adalah manusia yang paling besar manfaatnya bagi orang lain. Kalau kita memudahkan orang lain, Allah akan memudahkan kita dalam segala urusan.

Bantuan berdatangan ke Pijay merupakan bagian dari tolong menolong, empati, dan perpanjangan tangan para pemberi bantuan melalui relawan.

Bagi masyarakat pijay yang khatib temui, katanya gempa pijay lebih parah dari Tsunami, kalau gempa Tsunami bisa lari tapi gempa ini tak bisa lari, yang mencoba lari dari rumah banyak yang terhimpit bangunan.

Masalah bantuan juga ada, misalnya tidak merata akibat tidak adanya data akurat. Mana posko gampong atau kecamatan yang sudah mendapat bantuan dan mana yang kurang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline