Lihat ke Halaman Asli

Pidie Education Festival

Diperbarui: 20 Juni 2016   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apa beda Tgk Chik di Tiro dan Hasan Tiro?” Itulah yang ditanyakan Kepala Dinas Pendidikan  Pidie Murthalamuddin saat beliau berkunjung ke beberapa sekolah di kabupaten penghasil kerupuk mulieng ini. Sayangnya banyak murid sekolah tak bisa menjawab. Pak Kadis khawatir di masa yang akan datang anak-anak akan lupa dan jauh dari sejarah Aceh."

Keresahan kepala Dinas mereda karena diadakannya kegiatan Pidie Education Festival. Selain menampilkan kreatifitas murid dari berbagai sekolah dari seluruh  Pidie. Acara yang di buat FOKUSGAMPI (forum komunikasi generasi mudad Pidie) berkerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Pidie menghadirkan stand komunitas seperti FLP (forum Lingkar Pena) Pidie, Standup Comedy, Pelajar Film Pidie, Pidie Mengajar, Stand buku Erlangga, Palang Merah Indonesia (PMI), Mahasiswa Pencinta Alam (MAPALA), dan Komunitas Fotografi yang di wakili Pewarta Foto Aceh

Komunitas Pelajar Film Pidie menayangkan film dokumenter sejarah Aceh, walaupun film yang berjudul Batu Nisan Aceh di Pidie hanya ada di dalamnya ziarah kuburan-kuburan raja dan pahlawan Aceh yang ada di beberapa kabupaten dalam Provinsi Aceh. Setidaknya para siswa sudah sedikit tahu tentang sejarah bangsanya  Supaya sekarang tidak hanya pahlawan nasional Tgk. Chik di Tiro yang di kenal tapi juga raja-raja Aceh sebelum masa perjuangan kemerdekaan.

Kemudian ada satu komunitas yang bergerak di bidang kepenulisann FLP, disana diserakkan puluhan buku boleh dibaca gratis oleh pengunjung. Di stand berikutnya ada stand ERLANGGA yang menjual buku-buku. Stand FLP penuh didatangi pengunjung setiap harinya untuk membaca dan stand buku yang dijual jarang dikunjungi. mungkin minat baca warga Pidie meningkat, sedangkan minat beli yang belum ada.

FLP juga mengadakan kelas pengenalan sastra pada para pelajar. Seperti kata Remy Sylado dalam pengantarnya dalam buku Stephen King; On Writing: haruslah ada buku yang bagus dan bermanfaat untuk dibaca, baik oleh khalayak awam secara umum yang dengannya memperoleh kekayaan kecendikian dan kealiman, maupun oleh pekerja-pekerja tulis secara khusus-pengarang kreatif dan penulis ilmiah- yang dengannya memperoleh pula pengetahuan tentang kesungguhan, gaya, plastisitas bahasa, imajinasi, meliputi mukabalah antara yang satu dengan lainnya. Terinspirasi dari kata-kata ini kami dari FLP Sigli walaupun tidak banyak mencoba memotivasi anak-anak sekolah untuk menulis hal-hal kecil disekitar sekolah atau hobi yang mereka suka sehingga nanti pihak sekolah mungkin bisa mengakomodasi minat dan bakat mereka.

Karya seni lain seperti tari, puisi dan lagu juga hadir di tiga panggung yang disediakan dinas pendidikan di lapangan Keunirei ini. Siswa siswi sekabupaten saling mempersembahkan tari tradisional Aceh terbaik mereka. Tari-tari mainstream seperti Likok Pulo, Ratoh Jaroe, Ranup Lampuan menjadi renyah dimata penonton karena di kreasikan dengan lagu-lagu India populer dan gerakan-gerakan lebih heroik sehingga menghipnotis masyarakat dari semua kalangan yang datang  menyaksikan supaya tidak beranjak dari tempat duduk mereka.

Kalau Festival Pendidikan Pidie  serius diadakan setiap tahun, anak-anak Pidie bisa bersiap-siap sejak usia dini untuk mengikuti lomba, lomba apa saja yang mereka suka menurut bakatnya masing-masing. Karena seperti kata Ridwan Kamil anak muda harus disibukkan dengan hal-hal yang positif, supaya dia tidak terjerumus kepada hal-hal yang negatif. Dengan hidupnya kompetisi untuk pelajar, baik itu MTQ, lomba film, lomba tarian, lomba cerdas-cermat,  dan lomba kreatifitas dan kecerdasan lainnya. Siswa hari-harinya akan selalu mempersiapkan ajang yang akan dia ikuti, tentunya dengan bimbingan guru yang ahli di bidang itu.

Kompetisi menciptakan semangat dan menghidupkan ekonomi. Contohnya di Eropa ada kompetisi sepakbola Internasional, sponsor-sponsor berdatangan rela membayar mahal supaya nama produk tertera di pakaian pemain dan anak muda dilatih bola sejak usia sepuluh tahun bahkan anak pemain sudah dididik sejak usia tujuh.

Memang tidak banyak yang bisa kita harapkan dengan kurangnya minat baca masyarakat di Pidie ini, minat baca yang minim bisa dilihat dari jumlah toko buku yang ada di kota kecil ini. Hanya satu toko buku yang menjual novel sedangkan toko buku lain lebih kepada menjual Alat Tulis dan peralatan perkatoran. Perpustakaan sekolah juga masih sedikit sekali buku sastra. Tapi beruntunglah komplek pelajar Tijue. Di situ ada SMAN 1, MAN 1, SMPN 2, SMKN3, MTSN 1, SMP YPPU dan sekolah lain. Disana berdiri dengan megah sebuah perpustakaan daerah yang punya ribuan koleksi buku, baik buku berbagai ilmu pengetahuan juga buku-buku kesusastraan. Buku yang paling usang dan sudah tidak jelas bentuknya adalah buku-buku cerita disana. Tapi melihat kondisi buku yang sudah lusuh karena sering sekali dibaca pengunjung tidak memanggil pihak pengelola untuk menambah rak buku sastra.

Dengan melihat antusiasme pelajar membaca yang mereka sebut buku cerita, maunya ada langkah-langkah baik dari komunitas menulis maupun pihak pemerintah menambah buku-buku sastra  di perpustakaan sekolah.

Selain itu, pihak sekolah dapat juga membentuk komunitas menulis di sekolah. Ini bertujuan untuk siswa yang memiliki hobi membaca dan bakat menulis supaya dapat terarah bakatnya. Sehingga saat diselenggarakan perlombaan siswa siap mengikuti perlombaan. Dengan cara lain, pihak sekolah dapat menambahkan program menulis ke dalam ekstrakulikuler. Sekolah juga harus memacu siswa agar menunjukkan bakat yang dimilikinya agar dapat dikembangkan dan diarahkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline