Lihat ke Halaman Asli

Uang Hantu Dimakan Syetan

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang rekan menulis tentang adanya orang yang mengaku wartawan yang memalak ke sekolah-sekolah pada musim ujian nasional ini. Disebutkan mengaku wartawan karena kadang menunjukkan kartu asosiasinya atau kadang hanya membawa koran yang dikatakan dari tempat dia bekerja. Berdasarkan pengalaman, orang seperti ini sebenarnya bukan wartawan karena seorang wartawan pasti lah dia memegang etika profesinya yang mulia.

Karena tidak jelas itu maka kita sebut saja oknum yang memang bisa dijumpai di banyak tempat di negeri kita ini. Tujuan mereka hanya untuk mendapatkan uang dengan mudah dan tanpa rasa malu dari orang yang bisa dia "makan". Ia mau melakukan itu bisa jadi karena paksaan ekonomi atau memang karena sudah tidak punya sensitivitas atau iman pada kebaikan dan tidak akan kehilangan hal yang berarti sehingga membuatnya bersifat agak spekulatif.

Menyikapi oknum demikian tergantung kita sendiri. Jika kita memang benar maka tidak ada alasan takut dengan perilaku oknum demikian karena sebenarnya tidak ada yang bisa dia lakukan pada kita. Tidak pula terlalu kuatir dengan ketidaksempurnaan dan kekurangan di sana sini, sepanjang hal itu bukan suatu hal yang mendasar.

Sebaliknya jika memang salah ataupun ada kesalahan yang dilakukan dengan sengaja (by intention), maka wajarlah oknum itu dengan dingin bisa menekan kita yang menjurus ke UUD (ujung-ujungnya duit). Dalam musim ujian nasional ini, jika sekolah dengan sengaja melakukan kecurangan, apalagi dengan motif komersialisasi, maka sangat wajar jika oknum itu memalak para pihak di sekolah.

Dalam dunia palak-memalak memang sudah populer istilah: "duit hantu dimakan syetan". Artinya kalau mendapatkan sesuatu secara tidak baik maka akan mudah pula hilang tanpa manfaat, kalau bukan menimbulkan mudarat. Istilah ini tentu bukan bermaksud mengisyaratkan perlunya memperhitungkan adanya pengeluaran untuk uang palak ketika ingin mengkomersialkan apa yang jadi kewenangan kita, apalagi di lingkungan pendidikan. Bukannya "guru kencing berdiri, murid kencing berlari" tapi bisa berubah jadi "guru dikencingi hantu".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline